Jumat, 19 Desember 2014

NASIONALISME




NASIONALISME



 (Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah SejarahIntelektual)




Oleh:

RIDHO R PUTRA
(120210302099)
Kelas B





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014






1.      Sejarah Nasionalisme.
Nasionalisme berasal dari kata Nation (Inggris) dan Natie (Belanda) yang berarti bangsa. Nation dalam bahasa latin yang berarti kelahiran kembali, suku, bangsa. Bangsa adalah sekelompok orang  / iman yang mendiami wilayah tertentu dan memiliki hasrat dan kemauan untuk bersatu karena adanya persamaan nasib, cita-cita, kepentingan, dan tujuan. Sehingga Nasionalisme dapat diartikan :
Ø  Paham yang menempatkan kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara dan bangsa (pengertian menurut Hans Kohn)
Ø  Semangat / perasaan kebangsaan, yaitu semangat/ perasaan cinta terhadap bangsa dan tanah air.
Ø  Suatu sikap politik dan sosial dari kelompok-kelompok suatu bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, bangsa dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan sehingga merasakan adanya kesetiaan mendalam terhadap kelompok bangsa itu.
Nasionalisme muncul dan berkembang menjadi sebuah paham (isme) yang dijadikan sebagai landasan hidup bernegara, bermasyarakat dan berbudaya dipengaruhi oleh kondisi histori dan dinamika sosiokultural yang ada di masing-masing negara. Pada mulanya unsur-unsur pokok nasionalisme itu terdiri atas persamaan-persamaan darah (keturunan), suku bangsa, daerah tempat tinggal, kepercayaan agama, bahasa dan kebudayaan. Nasionalisme akan muncul ketika suatu kelompok suku yang hidup di suatu wilayah tertentu dan masih bersifat primordial berhadapan dengan manusia-manusia yang berasal dari luar wilayah kehidupan mereka. Lambat laun ada unsur tambahan, yaitu dengan adanya persamaan hak bagi setiap orang untuk memegang peranan dalam kelompok atau masyarakat (demokrasi politik dan demokrasi sosial) serta adanya persamaan kepentingan ekonomi. Inilah yang kemudian dikenal dengan istilah nasionalisme modern.
Kebanyakan teori menyebutkan bahwa sejarah nasionalisme dan nilai-nilainya bermula dari Eropa. Sebelum abad ke-17, belum terbentuk satu negara nasional pun di Eropa. Yang ada pada periode itu adalah kekuasaan kekaisaran-kekaisaran yang meliputi wilayah yang luas, misalnya kekuasaan kekaisaran Romawi Kuno atau Kekaisaran Jerman di bawah pimpinan Karolus Agung. Yang jelas, kekuasaan bergandengan tangan dengan gereja Katolik, sehingga masyarakat menerima dan menaati penguasa yang mereka anggap sebagai titisan Tuhan di dunia. Karena itu, kesadaran akan suatu wilayah (territory) sebagai milik suku atau etnis tertentu belum terbentuk di Eropa sebelum abad ke-17.
Di awal abad ke-17 terjadi perang besar-besaran selama kurang lebih tiga puluh tahun antara suku bangsa-suku bangsa di Eropa. Misalnya, perang Perancis melawan Spanyol, Prancis melawan Belanda, Swiss melawan Jerman, dan Spanyol melawan Belanda, dan sebagainya. Untuk mengakhiri perang ini suku bangsa yang terlibat dalam perang akhirnya sepakat untuk duduk bersama dalam sebuah perjanjian yang diadakan di kota Westphalia di sebelah barat daya Jerman. Pada tahun 1648 disepakati Perjanjian Westphalia yang mengatur pembagian teritori dan daerah-daerah kekuasaan negara-negara Eropa yang umumnya masih dipertahankan sampai sekarang.
Nasionalisme (dalam arti modern) untuk pertama kalinya muncul di Eropa pada abad ke – 18. Lahirnya paham nasionalisme ini diikuti dengan terbentuknya negara – negara nasional / negara kebamgsaan. Pada mula terbentuknya negara kebangsaan dilatarbelakangi oleh faktor – faktor objektif seperti persamaan keturunan, bahasa, adat – istiadat, tradisi dan agama. Namun kebangsaan yang terbentuk atas dasar paham nasionalisme lebih menekannkan kemauan untuk hidup bersama dalam negara kebangsaan.
Adapun negara-bangsa (nation-states) sendiri baru lahir pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19. Negara bangsa adalah negara-negara yang lahir karena semangat nasionalisme. Semangat nasionalisme yang pertama muncul di Eropa adalah nasionalisme romantis (romantic nationalism) yang kemudian dipercepat oleh munculnya Revolusi Prancis dan penaklukan daerah-daerah selama era Napoleon Bonaparte. Beberapa gerakan nasionalisme pada waktu ini bersifat separatis, karena kesadaran nasionalisme mendorong gerakan untuk melepaskan diri dari kekaisaran atau kerajaan tertentu. Misalnya, setelah kejatuhan Napoleon Bonaparte, Kongres Wina (1814 – 1815) memutuskan bahwa Belgia yang sebelumnya dikuasai Prancis menjadi milik Belanda, dan lima belas tahun kemudian menjadi negara nasional yang merdeka.
Begitu pula revolusi Yunani tahun 1821 – 1829 dimana Yunani ingin melepaskan diri dari belenggu kekuasaan Kekaisaran Ottoman dari Turki. Sementara di belahan Eropa lain, nasionalisme muncul sebagai kesadaran untuk menyatukan wilayah atau daerah yang terpecah-belah. Misalnya, Italia di bawah pimpinan Giuseppe Mazzini, Camillo Cavour, dan Giusepe Garibaldi, yang mempersatukan dan membentuk Italia menjadi sebuah negara-kebangsaan tahun 1848. Di Jerman sendiri, kelompok-kelompok negara kecil akhirnya membentuk sebuah negara kesatuan Jerman dengan nama Prusia pada tahun 1871 di bawah Otto von Bismarck. Banyak negara kecil di bawah kekuasaan kekaisaran Austria pun membentuk negara bangsa sejak awal abad 19 sampai masa setelah Perang Dunia I. Sementara itu, Revolusi 1917 di Rusia juga telah melahirkan negara-bangsa Rusia.
Semangat nasionalisme itu kemudian menyebar ke seluruh dunia dan mendorong negara-negara Asia-Afrika memperjuangkan kemerdekaannya. Hal ini terjadi setelah Perang Dunia I dan selama Perang Dunia II. Hanya dalam dua puluh lima tahun pasca Perang Dunia II, sekitar 66 negara-bangsa pun lahir. Indonesia termasuk salah satu dari negara bangsa yang baru lahir pasca Perang Dunia II ini. Di abad ini, semangat nasionalisme telah mendorong negara-negara di bawah bekas Yugoslavia dan bekas Uni Soviet lahir sebagai negara-negara bangsa. Dapat dipastikan bahwa ke depan, nasionalisme akan terus menjadi ideologi yang menginspirasi dan mendorong gerakan pembentukan komunitas bersama berdasarkan karakteristik etnis, kultur, atau pun politik.
Nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Nasionalisme ini makin lama makin kuat peranannya dalam membentuk semua segi kehidupan baik yang bersifat umum maupun yang bersifat pribadi. Nasionalisme juga dapat diartikan sebagai suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Perasaan sangat mendalam akan suat ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya, dengan tradisi – tradisi setempat dan penguasa – penguasa resmi didaerahnya selalu ada di sepanjang sejarah dengan kekuatan yang berbeda – beda.
2.      Perkembangan Nasionalisme di Dunia.
Eropa.
Nasionalisme Eropa lahir dalam masa peralihan dari masyarakat agraris ke masyarakat industri. Proses peralihan ini terjadi pada abaf ke – 18, yakni didahilui dengan lahirnya liberalisme dan kapitalisme. Dengan semangat persaingan bebas dari paham liberalisme dan dibasarkan dalam masyarakat yang bercorak industri – kapitalis, maka nasionalisme yang demikian akhirnya tumbuh menjadi suatu aliran yang penuh emosi dan sentimen / bahkan menjadi chauvinisme. Dengan demikian, nasionalisme Eropa pada waktu itu melahirkan kolonialisme, yakni nafsu untuk mencari daerah jajahan sebanyak mungkin.
Asia – Afrika.
Istilah nasionalisme di Asia – Afrika mencerminkan bangunnya bangsa – bangsa Asia dan Afrika sebagai reaksi terhadap imperialisme dan kolonialisme bangsa – bangsa Barat. Penyebab timbulnya nasionalisme di Asia dan Afrika :
a.       Kenangan kejayaan masa lampau.
Pra kedatangan bangsa Barat, bangsa Timur yakni Asia pada umumnya pernah memiliki negara kebangsaan yang jaya dan berdaulat. Misalnya Indonesia pada masa Sriwijaya dan Majapahit, India pada masa Moghal, dll. Kejayaan ini menimbulkan rasa harga diri sehingga mereka selalu mengadakan perlawanan terhadap penjajah.
b.      Adanya penderitaan akibat Imperialisme dan Kolonialisme.
Praktik ini mengakibatkan bangsa – bangsa yang terjajah menderita. Ini menimbulkan perlawanan nasional.
c.       Kemajuan di bidang politik, sosial, ekonomi dan budaya.
Nasionalisme suatu bangsa dapat juga timbul karena perkembangan beberapa aspek kehidupan seperti politik, sosial, ekonomi dan budaya.
d.      Timbulnya golongan terpelajar.
Golongan terpelajar muncul dimana – mana akibat perkembangan dan peningkatan pendidikan. Di Indonesia, penerapan politik balas jasa / Politik Etis menyebabkan beberpa pemuda – pemudi yang memiliki biaya dapat belajar ke Eropa. Ini juga berdampak atas menculnya organisasi pergerakan nasional di Indonesia.
e.       Kemenangan Jepang atas Rusia (1905).
Kemenangan Jepan atas Rusia (1905) pada perang di Laut Tsusima, mendorong bangsa Timur khusunya Asia untuk bangkit menentang kekuasaan imperialisme dan kolonialisme Barat.
Berikut adalah perkembangan Nasionalisme di dunia :
a)      Pergerakan Kebangsaan India.
India untuk menghadapi Inggris membentuk organisasi kebangsaan dengan nama ”All India National Congres”. Tokohnya, Mahatma Gandhi, Pandit Jawaharlal Nehru, B.G. Tilak, dsb. Mahatma Gandhi memiliki dasar perjuangan :
1.      Ahimsa (dilarang menggunakan kekerasan) yaitu gerakan anti peperangan,
2.      Hartal merupakan gerakan dalam bentuk asli tanpa berbuat apapun walaupun mereka tetapi masuk kantor atau pabrik.
3.      Satyagraha merupakan gerakan rakyat India untuk tidak bekerja sama dengan pemerintah kolonial Inggris.
4.      Swadesi merupakan gerakan rakyat India untuk memakai barang-barang buatan negeri sendiri.
Selain itu adanya pendidikan Santiniketan oleh Rabindranath Tagore.
b.      Gerakan Kebangsaan Filipina.
Digerakkan oleh Jose Rizal dengan tujuan untuk mengusir penjajah bangsa Spanyol di Wilayah Filipina. Jose ditangkap tanggal 30 September 1896 dijatuhi hukuman mati. Akhirnya dilanjutkan Emilio Aquinaldo yang berhasil memproklamasikan kemerdekaan Filipina tanggal 12 Juni 1898 tetapi Amerika Serikat berhasil menguasai Filipina dari kemerdekaan baru diberikan Amerika Serikat pada 4 Juli 1946.
c.       Gerakan Nasionalis Rakyat Cina.
Gerakan ini dipimpin oleh Dr. Sun Yat Sen, yang mengadakan pembaharuan dalam segala sektor kehidupan bangsa Cina. Dia menentang kekuasaan Dinasti Manchu. Dasar gerakan San Min Chu I :
1.      Republik Cina adalah suatu negara nasional Cina.
2.      Pemerintah Cina disusun atas dasar demokrasi (kedaulatan berada di tanggan rakyat).
Pemerintah Cina mengutamakan kesejahteraan sosial bagi rakyatnya.
Apa yang dilakukan oleh Dr. Sun Yat Sen sangat besar pengaruhnya terhadap pergerakan rakyat Indonesia. Terlebih lagi setelah terbentuknya Republik Nasionalis Cina (1911).
3.      Pergerakan Turki Muda (1908).
Dipimpin oleh Mustafa Kemal Pasha menuntut pembaharuan dan modernisasi di segala sektor kehidupan masyarakatnya. Ia ingin agar dapat mengembangkan negerinya menjadi negara modern. Gerakan Turki Muda ini banyak mempengaruhi munculnya pergerakan nasional di Indonesia.
4.      Pergerakan Nasionalisme Mesir.
Dipimpin oleh Arabi Pasha (1881-1882) dengan tujuan menentang kekuasaan bangsa Eropa terutama Inggris atas negeri Mesir. Adanya pandangan modern dari Mesir yang dikemukakan oleh Muhammad Abduh mempengaruhi berdirinya organisasi-organisasi keagamaan di Indonesia seperti Muhammaddiyah. Intinya dengan gerakan kebangsaan dari berbagai negara tersebut mendorong negara-negara lain termasuk Indonesia untuk melakukan hal yang sama yaitu melawan penjajahan dan kolonialisme di Negaranya.
            Abad ke – 20 merupakan masa pertama dalam sejarah, dimana seluruh umat manusia mempunyai sikap politik yang satu dan sama yaitu nasionalisme. Munculnya nasionalisme dimana – mana berarti menambah kesibukan rakyat dan timbulnya tuntutan supaya diadakan masyarakat baru.
Meskipun dengan demikian nasionalisme merupakan suatu unsur yang ada diseluruh dunia, nasionalismepun merupakan tanaga yang memecah, jikalau tidak dilunakkan oleh semangat liberal yang berupa toleransi dan kompromi / universalisme humaniter agama yang bersifat non – politik.
3.      Perkembangan Nasionalisme di Indonesia.
Kepulauan Nuseantara yang telah terjajah oleh bangsa Barat sejak abad XVII, namun kesadaran nasional sebagai sebuah bangsa baru muncul pada abad XX. Membicarakan mengenai lahirnya nasionalisme Indonesia tidak bisa dilepaskan dari keadaan rakyat sendiri yang sangat memprihatinkan pada masa tanam paksa / Culture Stelsel. Rakyat Indonesia yang sangat terbelakang waktu itu, mereka hanya dipekerjakan untuk kepentingan kolonial. Pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial tidak menjadi perhatian utama pemerintah kolonial Belanda. Situasi tersebut tetap berlangsung sampai Van Deventer dalam majalah De Gids menulis keprihatinanya terhadap rakyat Indonesia karena loyalitas mereka terhadap pemerintaha kolonial tidak mendapatkan balasan yang semestinya.
Kesadaran itu muncul sebagai akibat dari sistem pendidikan yang dikembangkan oleh pemerintah kolonial. Karena, melalui pendidikanlah muncul kelompok terpelajar atau intelektual yang menjadi motor penggerak nasionalisme Indonesia. Melalui tangan merekalah, perjuangan bangsa Indonesia di dalam membebaskan diri dari belenggu kolonialisme dan imperialisme Barat memasuki babak baru. Inilah yang kemudian dikenal dengan periode pergerakan nasional. Perjuangan tidak lagi dilakukan dengan perlawanan bersenjata tetapi dengan menggunakan organisasi modern.
Ide ide yang muncul pada masa pergerakan nasional hanya terbatas pada para bangsawan terdidik saja. Selain mereka yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi juga karena hanya kelompok bangsawanlah yang mampu mengikuti pola pikir pemerintah kolonial. Mereka menyadari bahwa pemerintah kolonial yang memiliki organisasi yang rapi dan kuat tidak mungkin dihadapi dengan cara tradisional sebagaimana perlawanan rakyat sebelumnya. Inilah letak arti penting organisasi modern bagi perjuangan kebangsaan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan lahirnya nasionalisme Indonesia. Secara umum bisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor yang berasal dari dalam dan luar. Faktor dari dalam antara lain sebagai berikut:
Ø  Seluruh Nusantara telah menjadi kesatuan politik, hukum, pemerintahan, dan berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda. Ironisnya adalah eksploitasi Barat itu justru mampu menyatukan rakyat menjadi senasib sependeritaan.
Ø  Munculnya kelompok intelektual sebagai dampak sistem pendidikan Barat.  Kelompok inilah yang mampu mempelajari beragam konsep Barat untuk dijadikan ideologi dan dasar gerakan dalam melawan kolonialisme Barat.
Ø  Beberapa tokoh pergerakan mampu memanfaatkan kenangan kejayaan masa lalu (Sriwijaya dan Majapahit) untuk dijadikan motivasi dalam bergerak dan meningkatkan rasa percaya diri rakyat di dalam perjuangannya menghadapi kolonialisme Barat.
Kondisi itulah yang mampu memompa harga diri bangsa untuk bersatu, bebas, dan merdeka dari penjajahan. Meskipun begitu, harus diakui bahwa munculnya kesadaran berbangsa itu juga merupakan dampak tidak langsung dari perluasan kolonialisme.
Kesadaran sebagai bangsa yang adalah hasil konstruksi atau bentukan mengandung kelemahan internal yang serius ketika kolonialisme dan imperialisme tidak lagi menjadi sebuah ancaman. Karena itu, nasionalisme kita akan ikut lenyap jika kita berhenti mengkonstruksi atau membentuknya tanpa harus menyebutnya sebagai sebuah nasionalisme baru.
Sartono Kartodidjo mengemukakan bahwa yang disebut “nation” dalam konteks nasionalisme Indonesia ialah suatu konsep yang dalamatkan pada suatu komunitas sebagai kesatuan kehidupan bersama yang mencakup berbagai unsur yang berbeda dalam aspek SARA, kebudayaan, bahasa dll. Pengerian yang diberikan oleh Sartono Kartodidjo didasarkan pada perkembangan sejarah bangsa Indonesia dan realitas sosial budayanya, serta berdasarkan berbagai pernyataan politik pemimpin Indonesia pra kemerdekaan seperti Manifesto Perhimpunan Indonesia dan Sumpah Pemuda 1928. Unsur – unsur nasionalisme Indonesia mencakup hal – hal sbb :
a.       Kesatuan (Unity) yang mentransformasikan hal – hal yang bhinneka menjadi seragam sebagai konsekuensi dari proses integrasi. Namun pelu diingat bahwa persatuan dan kesatuan tidak boleh disamakan dengan penyeragaman dan keseragaman.
b.      Kebebasan (Liberty) yang merupakan keniscayaan bagi negeri – negeri yang terjajah agar bebas dari dominasi serta terbebas pula dari kebijakan yang menyebabkan hancurnya kebudayaan yang berkepribadian.
c.       Kesamaan (Equality) yang merupakan bagian implisit dari masyarakat demokratis dan merupakan sesuatu yang berlawanan dengan politik kolonial yang diskriminatif dan otoriter.
d.      Kepribadian (Identify) yang lenyap disebabkan ditiadakan, dimaeginalkan secara sistematis oleh pemerintah kolonial Belanda.
e.       Pencapaian – pencapaian dalam sejarah yang memberikan inspirasi dan kebanggaan bagi suatu bangsa sehingga bangkit semangatnya untuk berjuang menegakkan kembali harga diri dan martabatnya di tengah bangsa.
Kehidupan nasionalisme indonesia yang dilahirkan dalam kancah perjuangan perintis kemerdekaan pada masa kolonial dan diteruskan oleh perjuangan fisik selama revolusi menuntut suatu kontinuitas di masa depan, tidak lain karena prinsip – prinsip yang terkandung di dalamnya masih memerlukan pemantapan selama proses nation – building di Indonesia masih berjalan terus.      
Pertama, beberapa pengalaman kolektif seharusnya menjadi “roh baru” pembangkit semangat nasionalisme Indonesia. Misalnya, keberhasilan para siswa kita dalam olimpiade Fisika, Kimia, Biologi atau Matematika di tingkat regional dan internasional, keberhasilanatlet menjadi juara dunia (tinju), prestasi pemimpin kita menjadi menteri ekonomi terbaik di Asia (Dr. Sri Mulyani Indrawati) dan seterusnya. Sebaliknya, pengalaman dicemoh dan direndahkan sebagai bangsa terkorup, sarang teroris atau bangsa pengekspor asap terbesar seharusnya memicu kita untuk berubah dan tampil sebagai bangsa terpandang.
Kedua, negara Indonesia sangat plural. Identifikasi sebuah kelompok etnis atau agama padaidentitas kolektif sebagai bangsa hanya mungkin terjadi kalau negara mengakui, menerima,menghormati, dan menjamin hak hidup mereka. Masyarakat akan merasa lebih aman danditerima dalam kelompok etnis atau agamanya ketika negara gagal menjamin kebebasan beragama-termasuk kebebasan beribadah dan mendirikan rumah ibadah, persamaan dihadapan hukum, hak mendapatkan pendidikan yang murah dan berkualitas, hak memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak, dan sebagainya.


DAFTAR PUSTAKA
M C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Sartono Kartodirdjo. 2005. Sejak Indische sampai Indonesia. Jakarta: Buku Kompas.

Slamet Muljana. 2008. Kesadaran Nasional dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan.Yogyakarta: LKIS.

Agung, Leo. 2013. Sejarah Intelektual. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Kohn, H. 1984. Nasionalisme, arti dan sejarahnya. Jakarta : Erlangga.

 

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda