Jumat, 19 Desember 2014

Kapitalisme




KAPITALISME (KONTRA)



 (Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah SejarahIntelektual)




Oleh:

RIDHO R PUTRA
(120210302099)
Kelas B





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014




11.      Pengertian Kapitalisme.
Menurut sejarahnya kapitalisme berkembang sebagai sesuatau bagian dari gerakan besar individualism, di bidang keagamaan gerakan ini melahirkan reformasi. Di bidang penalaran, gerakan ini melahirkan ilme pengetahuan alam (IPA). Di dalam hubungan masyarakat gerakan ini melahirkan ilmu – ilmu sosial sedangkan di bidang ekonomi gerakan ini melahirkan kapitalisme.
Menurut para tokoh.
a.       J.M. Romein (1956) mengatakan bahwa kapitalisme adalah suatu cara mengadakan produksi dengan cara mengadang laba.
b.      Ir. Soekarno (1958) mengatakan bahwa kapitalisme adalah sebuah sistem pergaulan hidup  yang timbul dari cara – cara produksi yang memisahkan kaum buruh dari alat – alat produksi.
c.       Max Weber (dalam Berger, 1990) mengatakan bahwa kapitalisme adalah suatu kegiatan ekonomi yang ditujukan pada suatu pasar dan dipacu untuk menghasilkan laba dengan adanya pertukaran di pasar.
Adam Smith adalah peletak dasar pemikiran kapitalisme yang menjelaskan bekerjanya mekanisme hukum pasar atas dasar dorongan kepentingan-kepentingan pribadi karena kompetisi dan kekuatan individualisme dalam menciptakan keteraturan ekonomi. Melaluinya, kapitalisme melakukan klasifikasi antara nilai guna dengan nilai tukar yang ada pada setiap komoditi. Ukuran riil dari nilai tukar komoditi, harus dilihat dari kondisi pertukaran, dimana 'ukuran riil' dari nilai komoditi adalah kuantitas dari kerja yang berada dalam barang-barang lain yang dapat dipertukarkan di pasar.
David Ricardo yang melakukan kritik terhadap Adam Smith, terutama yang berkaitan dengan nilai komoditi. Menurutnya, nilai komoditi terdapat pada kerja manusia berikut bahan-bahan mentah dan alat-alat kerja. Ricardo menemukan bahwa komoditi yang dijual pada harganya, kira-kira akan setara dengan jumlah kerja yang diperlukan untuk memproduksinnya. Asumsinya satu-satunya nilai tukar, berawal dari jumlah kerja yang digunakan untuk memproduksi, Karenanya dari Ricardo-lah sifat parasit dari seluruh pendapatan yang tidak diperoleh dari kerja terbongkar, sebab darinya, kelak akan ditemukan apa yang dinamai dengan nilai lebih dan kerja lebih. Kedua ilmuwan ini menjadi peletak dasar bagi ideologi kapitalisme awal dan mereka hidup pada masa transisi dari ekonomi subsisten menuju pada sistem ekonomi pasar, yang mengandalkan pada laba. Sejumlah ilmuwan kemudian memberikan pendasaran historis tentang masa peralihan ke kapitalisme ini dengan ditandai oleh sejumlah indikator: pertama meningkatnya output pertanian yang bersamaan dengan pemisahan petani-petani dari tanahnya, kedua pertumbuhan produksi komoditi dan pembagian kerja, ketiga akumulasi modal oleh pedagang dan petani kaya.
1.     Kapitalisme Awal (1500 – 1750).
Merkantilisme.
Kapitalisme mempunyai sejarah panjang yang mana sejak ditemukannya sistem perniagaan yang dilakukan oleh pihak swasta. Di Eropa, hal ini dikenal dengan sebutan guild sebagai cikal bakal kapitalisme. Kapitalisme merupakan cara pandang dalam menjalani kegiatan ekonominya. Hal tersebut bisa dilihat pada Merkantilisme berkembang pada abat ke-15 sampai abad 18, dan berasal dari kata merchand yang artinya pedagang. Walaupun para ahli masih meragukan apakah merkantilisme benar merupan suatu aliran/madzhab atau bukan, namun aliran ini memiliki dampak yang besar dalam perkembangan teori ekonomi. Aliran ini timbul pada masa ketika perdagangan antar negara semakin berkembang pesat. Kalau di masa sebelumnya masyarakat dapat mencukupi kebutuhannya dengan dengan memproduksi sendiri, pada masa merkantilisme ini berkembang paham bahwa jika sebuah negara hendak maju, maka negara tersebut harus melakukan perdagangan dengan negara lain, surplus perdagangan berupa emas dan perak yang diterima merupakan sumber kekayaan negara.
Dalam bukunya yang berjudul “EnglandTreasure by Foreign Trade”  Thomas Mun menulis tentang manfaat perdagangan luar negeri. Ia menjelaskan bahwaperdagangan luar negeri akan memperkaya negara jika menghasilkan surplus dalam bentuk emas dan perak. Keseimbangan perdagangan hanyalah perbedaan antara apa yang di ekspor dan apa yang di impor. Ketika negara mengalami surplus perdagangan, ini berarti ekspor lebih besar daripada impor. Lebih lanjut Thomas Mun menjelaskan bahwa perdagangan domestik tidak dapat membuat negara lebih makmur, karena perolehan logam mulia dari seorang warga negara adalah sama dengan hilangnya logam mulia dari warga negara yang lain. Dengan meningkatkan persedian uang domestik sebagai hasil dari surplus perdagangan ternyata dapat juga memunculkan bahaya karena orang akan terpancing untuk membeli lebih banyak barang-barang mewah. Hal ini menyebabkan harga barang dalam negeri akan naik dan pada akhirnya akan mengurangi ekspor karena barang-barang yang diproduksi  di dalam negeri akan terlalu mahal bila dijual di luar negeri. Konsekuensi ini bisa dihindari yaitu dengan melakukan investasi kembali. Reinvestasi ini akan menciptakan lebih banyak barang untuk diekspor. Thomas Mun mengakui bahwa betapa pentingnya investasi modal dan Ia memandang keseimbangan perdagangan merupakan sebuah cara untuk mengumpulkan modal produktif.
Ajaran merkantilisme dominan sekali diajarkan di seluruh sekolah Eropa pada awal periode modern (dari abad ke-15 sampai ke-18, era dimana kesadaran bernegara sudah mulai timbul). Peristiwa ini memicu, untuk pertama kalinya, intervensi suatu negara dalam mengatur perekonomiannya yang akhirnya pada zaman ini pula sistem kapitalisme mulai lahir. Kebutuhan akan pasar yang diajarkan oleh teori merkantilisme akhirnya mendorong terjadinya banyak peperangan dikalangan negara Eropa dan era imperialisme Eropa akhirnya dimulai. Sistem ekonomi merkantilisme mulai menghilang pada akhir abad ke-18, seiring dengan munculnya teori ekonomi baru yang diajukan oleh Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations, ketika sistem ekonomi baru diadopsi oleh Inggris, yang notabene saat itu adalah negara industri terbesar di dunia.
Kolonialisme.
Merkantilis merupakan model kebijakan ekonomi dengan campur tangan pemerintah yang dominan, proteksionisme serta politik kolonial, ditujukan dengan neraca perdagangan luar negeri yang menguntungkan. Kebijakan ekonomi lebih bersifat makro, hal ini berhubungan dengan tujuan proteksi industri di dalam negeri, dan menjaga rencana perdagangan yang menguntungkan, hal ini dilakukan dalam usaha meningkatkan peranannya dalam perdagangan internasional dan perluasan-perluasan kolonialisme, yang mana Kolonialisme sendiri merupakan suatu sistem dimana suatu negara menguasai rakyat dan sumber daya negara lain tetapi masih tetap berhubungan dengan negeri asal dan tujuannya untuk menguras sumber-sumber kekayaan daerah koloni demi perkembangan industri dan memenuhi kekayaan negara yang melaksanakan politik kolonial tersebut. Pada zaman kolonialisme ini akumulasi modal yang terkonsentrasi di Eropa (Inggris) didistribusikan ke penjuru dunia, yang menghadirkan segenap kemiskinan di wilayah jajahannya.
Kelahiran kapitalisme dimasa merkantilisme dan kolonialisme dibidani oleh tiga tokoh besar, yaitu Martin Luther yang memberi dasar-dasar teosofik, Benjamin Franklin yang memberi dasar-dasar filosofik dan Adam Smith yang memberikan dasar-dasar ekonominya. Martin Luther yang memberi dasar-dasar teosofik adalah seorang Jerman yang melakukan gerakan monumentalnya, 31 Oktober 1571 dengan menempelkan tulisan protesnya di seluruh penjuru Roma. Ia tidak menerima kenyataan praktik pengampunan dosa yang diberlakukan Gereja Roma. Kemudian ia meletakkan ajaran dasarnya, yaitu: “Manusia menurut kodratnya menjadi suram karena dosa-dosanya dan semata-mata lewat perbuatan dan karya yang lebih baik saja mereka dapat menyelamatkan dirinya dari kutukan abadi”. Sedangkan bagi Benjamin Franklin yang memberi dasar-dasar filosofik, mengajak orang untuk bekerja keras mengakumulasi modal atas usahanya sendiri. Kemudian Franklin mengamanatkan “Waktu adalah Uang”. Bagi Adam Smith yang memberikan dasar-dasar ekonominya dan tarcantum dalam buku An Inquiry into The Nature and Causes of The Wealth Nations, Adam Smith lebih mengkongkretkan spirit kapitalismenya dalam sebuah konsep sebagai mekanisme pasar. Basis folologisnya adalah laissez-faire, laissez-passer. Ia mengatakan bahwa barang langka akan menyebabkan harga barang tersebut menjadi mahal sehingga menjadi sulit didapatkan terutama oleh mereka yang berpenghasilan rendah. Tetapi menurut Smith bahwa yang harus dilihat adalah perilaku produsen. Ketika harga barang mahal, maka keuntungan akan meningkat. Ketika keuntungan yang dijanjikan atas barang tersebut tinggi, maka banyak produsen yang memproduksinya. Sehingga dengan demikian kelangkaan barang tersebut akan terpenuhi dan menjadi murah dan kebutuhan masyarakat akan terpenuhi. Sehingga masalah yang terjadi di masyarakat akan diselesaikan oleh the invisible hands.
2. Kapitalisme Klasik (1750 – 1914).
Revolusi Industri.
Pada fase ini terjadi pergeseran perilaku para kapitalis yang semula hanya perdagangan publik, ke wilayah yang mempunyai jangkauan lebih luas yaitu industri. Pada masa Revolusi Industri yaitu merupakan perubahan radiakal struktur masyarakat agraris ke industri serta perubahan penggunaan sarana produksi dari tenaga manusia ke tenaga mesin. Transformasi dari dominasi modal perdagangan ke dominasi modal industri yang seperti itu merupakan ciri Revolusi Industri di Inggris. Perubahan dalam cara menentukan pilihan tekhnologi dan cara berorganisasi berhasil memindahkan industri dari pedesaan ke sentra-sentra perdagangan lama di perkotaan selama Revolusi Industri. Akumulasi kapital yang terus menerus membengkak selama dua atau tiga abad mulai menunjukkan hasil yang baik pada abad 18. Penerapan praktis dari ilmu pengetahuan teknis yang tumbuh selama berabad-abad dapat sedikit demi sedikit dilakukan. Kapitalisme mulai menjadi penggerak bagi perubahan teknologi karena akumulasi modal memungkinkan penggunaan berbagai inovasi.
Tepat pada fase ini kapitalisme mulai meletakkan dasarnya yaitu laissez-faire, laissez-passer sebagai doktrin mutlak Adam Smith. Dillar menerangkan bahwa perkembangan kapitalisme pada fase kedua ini semata-mata menggunakan argumentasi ekonomis. Perkembangan ini tentu saja menjadi parameter keberhasilan bagi kaum borjuis dalam struktur sosial masyarakat. Kesuksesan ekonomis berimbas pada kesuksesan di bidang politik, yaitu hubungan antara kapitalis dan Negara. Proses ini menguntungkan kapitalisme terutama dalam penentuan gaya eksplorasi, eksploitasi dan perluasan daerah kekuasaan sebagai lahan distribusi produksi. Periode kapitalisme klasik erat kaitannya dengan karya Adam Smith An Inquiry into The Nature and Causes of The Wealth Nations (1776) melalaui karya ini terdapat analisa bahwa kapitalisme kuno sudah berakhir dan bergeser menjadi kapitalisme klasik.
3. Kapitalisme Lanjut (1914 – Sekarang).
Kapitalisme lanjut dijelaskan mulai berkembang sejak abad 19, tepatnya tahun 1914, Perang Dunia I sebagai momentum utama. Abad 20 ditandai oleh perkembangan kapitalisme yang sudah tidak lagi bisa disebut sebagai kapitalisme tradisional. Kapitalisme fase lanjut sebagai peristiwa penting ini ditandai paling tidak oleh tiga momentum. Pertama, pergeseran dominasi modal dari Eropa ke Amerika. Kedua, bangkitnya kesadaran bangsa-bangsa di Asia dan Afrika terhadap kolonialisme Eropa sebagai ekses dari kapitalisme klasik, yang kemudian memanifestasikan kesadaran itu dengan perlawanan. Ketiga, Revolusi Bolzhevik Rusia yang berhasrat meluluhlantakkan institusi fundamental kapitalisme yang berupa pemilikan kapital secara individu atas penguasaan sarana produksi, struktur kelas sosial, bentuk pemerintahan dan kemapanan agama. Dari sana kemudian muncul ideologi tandingan, yaitu komunisme.
Kapitalisme abad 20 berhasil tampil meliuk-liuk dengan performance yang selalu bergerak mengadaptasikan kebutuhan umat manusia pada zaman dan situasi lingkungannya. Fleksibilitas ini sukses membawa kapitalisme sebagai akhir ideologi (The End of Ideology) yang mengantarkan umat manusia tidak hanya menuju gerbang yang penuh pesona ekstasi melainkan juga pada gerbang yang berpeluang besar untuk kehancuran umat manusia. Produk lain yang ditunjukkan oleh kapitalisme lanjut adalah sedemikian menjamurnya korporasi-korporasi modern. Korporasi sudah tidak lagi bergerak di bidang industri manufaktur, melainkan jasa dan informasi. Ia berusaha mendominasi dunia dengan kecanggihan tekhnologi serta orientasi menghadapi ekonomi global. Ia lazim berbentuk MNC / TNC (MultiNational Corporation/Trans National Corporation). Kehadirannya semakin mempertegas bahwa pelaku aktifitas ekonomi sesungguhnya bukanlah institusi Negara, melainkan para pengusaha bermodal besar. Sebab hanya dengan modal mereka bisa melakukan kegiatan ekonomi apa dan di mana saja.
Dengan semakin pentingnya modal, peranan negara menjadi tereduksi, tapi juga hilang sama sekali. Negara hanya sekedar menjadi aktor pelengkap (Complement Actor) saja dalam percaturan ekonomi dunia, meski dalam beberapa kasus peran Negara tetap dibutuhkan sebagai fasilitator untuk mendukung roda ekonomi yang sedang diputar kapitalis. Inilah yang dinubuat Galbraith dengan mengatakan bahwa korporasi modern menerapkan kekuasaan melalui pemerintahan. Para kapitalis ini tetap membutuhkan keterlibatan Negara untuk memfasilitasi setiap produk yang dipasarkan. Hubungan simbiosis mutualisme ini selanjutnya menjadi karakter dasar dari kapitalisme lanjut. Peristiwa ini menyebabkan para pakar menyebut bahwa kapitalisme lanjut adalah kapitalisme monopoli atau kapitalisme kroni (crony capitalism).
Sementara menurut pandangan Clauss Offe dalam Habermas, sejauh kegiatan Negara diarahkan pada stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, politik selalu menampilkan sifat negatif yang khas. Politik diarahkan untuk mengatasi disfungsionalitas dan menghindari resiko-resiko yang membahayakan sistem. Politik tidak diupayakan untuk merealisasikan tujuan-tujuan, melainkan pada pemecahan masalah-masalah teknis. Kegiatan Negara dibatasi hanya pada persoalan-persoalan teknis yang bisa dipecahkan secara administratif sehingga dimensi praksisnya hilang. Hubungan faktor politik-kapitalis dengan melakukan kolaborasi adalah cara pandang Keynes, dan persoalan itu susah untuk dihindarkan. Keynes sangat tertarik pada keseluruhan adegan sosial dan politik yang diproduksi secara bersamaan. Ia memandang teori ekonomi sebagai suatu alat kebijakan politik. Ia membelokkan apa yang disebut metode ilmu ekonomi klasik yang bebas nilai untuk melayani tujuan dan target mental, dan untuk itu ia membuat ilmu ekonomi menjadi persoalan politik dengan cara yang berbeda.
Akumulasi modal sekarang tidak sekedar menjadi kebiasaan. Ia telah menjadi sebuah hukum, di balik nuansa ini, tersimpan keniscayaan akan adanya alienasi bagi mereka, para kelompok mayoritas seperti buruh, petani dan perempuan. Kita menyadari bahwa kapitalisme model baru menyimpan keniscayaan atas penindasan kelompok mayoritas. Segitiga konspirasi ala O’Donnel sampai hari ini masih relevan dalam menjelaskan mekanisme ketertindasan struktural rakyat. Secara empiris konspirasi itu dapat dilihat dari bagaimana kebijakan-kebijakan Negara terbentuk atas pengaruh kepentingan TNC. Tiga pilar neo klasik, TNC/MNC, World Bank/IMF, dan WTO berjalan linier, sevisi, setujuan menuju kepentingan yang sama, yakni liberalisasi pasar. Di samping itu ketiga institusi itu adalah kekuatan terbesar dunia abad ini. Sehingga kita tidak pernah menemukan kebijakan internasional yang tanpa memuat kepentingan ketiganya. Kita memang bisa menyadari bahwa kapitalisme lanjut tidak hanya dipahami sesederhana itu. Jika hujatan terpedas hari ini pada kapitalisme diserangkan oleh kelompok Marx dengan asumsi konflik kelas, sesungguhnya saat ini kita juga menyaksikan bagaimana kapitalisme menghadapinya dengan dada terbuka. Cita-cita Marx yang tertuang dalam kata-kata msayarakat tanpa kelas, justru secara mengejutkan, bukan terjadi dalam masyarakat komunisme, melainkan dalam masyarakat kapitalisme. Konsep pilihan publik (public choice) yang mencoba mengagregasikan kebutuhan-kebutuhan individu berhadapan dengan Negara, justru pada akhirnya mampu menciptakan masyarakat tanpa kelas. Maka pada saat kapitalisme, dalam kaitannya dengan Negara, mampu memelihara Negara dengan mengupayakan reinventing government, bukan barang mustahil apabila masyarakat tanpa kelas adalah milik kapitalisme, bukan komunisme. Masyarakat tanpa kelas ternyata gagal dipraktekkan oleh komunisme. Barangkali inilah yang disebut sebagai akhir sejarah itu, threshold capitalism.
Developmentalisme.
Globalisasi kegiatan ekonomi dan persoalan pengelolaannya sering dianggap baru muncul setelah Perang Dunia II, khususnya pada tahun 1960-an. Masa sesudah tahun 1960-an adalah masa munculnya perusahaan multinasional (MNC) dan berkembangnya perdagangan internasional. Kemudian, setelah sistem nilai tukar setengah-tetap Bretton Woods ditinggalkan pada tahun 1971-1973, investasi dalam bentuk surat-surat berharga internasional dan pemberian kredit oleh bank mulai berkembang dengan cepat, seiring dengan meluasnya pasar modal ke seluruh dunia, yang menambah rumit hubungan ekonomi internasional dan membuka jalan bagi globalisasi ekonomi dunia yang terintegrasi dan saling tergantung.
Pada fase pasca PD II, strategi ekonomi politik yang dilancarkan oleh AS dan para sekutunya adalah strategi Developmentalisme yang artinya paham akan pembangunan untuk mengamankan investasi modalnya, kapitalisme internasional memberikan dukungan bagi orang-orang kuat di sejumlah negara dunia ketiga yang berasal dari jajaran militernya. Di Amerika Latin kita jumpai sejumlah regime yang dipimpin oleh militer (otoriter), di Asia Tenggara dan Selatan juga dijumpai regime otoriter yang kebanyakan dipimpin oleh militer. Militer pada zaman ini adalah anak emas yang dibesarkan oleh kapitalisme dengan tujuan mengamankan investasi modal. Pada fase ini (1960-1970-an) dekolonialisasi ditawarkan pada sejumlah Negara-negara jajahan Eropa Barat dan Amerika Serikat di Asia, Afrika dan Pasifik serta sebagian Negara-negara Amerika Latin. Akhirnya, globalisasi adalah bentuk baru hegemoni ekonomi, legitimasi baru terhadap pasar, kompetisi dan profit. Setelah dekolonisasi dan runtuhnya blok sosialis, globalisasi menjadi bentuk baru hegemoni atas nama pasar bebas, revolusi informasi, dunia sebagai satu dunia dan lain sebagainya. Akhir sejarah juga merupakan legitimasi baru kapitalisme setelah runtuhnya komunisme, seolah-olah sejarah berhenti dan waktunya habis. Revolusi informasi merupakan dalih baru untuk menyatukan dunia atas nama tekhnologi komunikasi baru, dunia sebagai satu desa dan hukum pasar.
Globalisasi.
Globalisasi adalah suatu proses yang menempatkan masyarakat dalam saling keterhubungan dalam bidang ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Paham yang demikian itu disebut globalisasi atau neo-liberalisme. Beberapa faktor pendorong globalisasi yaitu: Pertama, kekuatan kaum kapitalis internasional, yaitu Negara-negara imperialis pusat, Negara menjadi motor penggerak globalisasi karena ia memiliki kekuasaan dalam mengatur formulasi strategis globalisasi, alokasi sumber daya ekonomi pada aktor-aktor global termasuk MNC. MNC yang mampu beroperasi hampir di seluruh dunia, dan merupakan sumber kekuatan dari globalisasi itu sendiri dikemudian hari yang pada akhirnya peran MNC dalam dinamika globalisasi ini begitu kuatnya seolah-olah MNC telah menjadi parasit yang memakan induk semangnya dan menjadi lebih kuat dan lebih besar. Kekuatannya ini didukung oleh Bretton Woods Institution, yaitu: Bank Dunia (World Bank, Dana Moneter Internasional (IMF) dan GATT/WTO kemudian diaplikasikan pada tiga sistem yaitu liberalisasi perdagangan, keuangan, investasi. Kedua, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, khususnya di bidang telekomunikasi. Ketiga, dukungan pemerintah Negara-negara sedang berkembang (NSB) terhadap ekspansi kaum kapitalis internasional di Negara mereka.
Dampak perkembangan konstelasi politik-ekonomi internasional adalah efek globalisasi yang telah masuk ke segala sendi kehidupan manusia di dunia internasional. Dampak dari perkembangan ilmu pengetahuan telah timbul berbagai masalah. Ternyata perkembangan ilmu pengetahuan tidak mampu mengatasi, jurang yang besar antara Negara kaya dan miskin, masyarakat marginal, kelaparan, kemiskinan internasional, dan masalah perkembangan indigeneous technology di dunia ketiga. Jelaslah bahwa perkembangan ilmu pengetahuan, dinamik yang menguasai jurusan-jurusan pertumbuhannya serta pilihan-pilihan masalahnya seperti juga tekhnologi, tidak berdiri sendiri, merupakan bagian dari sistem sosial, lengkap dengan tujuan-tujuan, kepentingan, prioritas, serta sistem nilainya. Oleh karena itu pilihan tekhnologi tidak boleh diambil hanya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan mengenai implikasi sosialnya.
Dalam hal ini ilmu pengetahuan dalam bidang tekhnologi informasi memberikan pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan globalisasi dan pada akhirnya menimbulkan krisis di masyarakat kapitalisme. Untuk memberikan gambaran lebih jelas tentang masyarakat kapitalisme, penulis paparkan lebih mendetail perihal relasi Negara, globalisasi dan logika neo-liberalisme. Karena paham tersebut merupakan sebuah ideologi sebagai dampak dari krisis kapitalisme. Dan tentunya seluruh sistem sosial. Globalisasi yang diperjuangkan oleh aktor-aktor globalisasi yakni perusahaan-perusahaan transnasional (TNC, Trans-National Corporations) dan Bank Dunia/IMF melalui kesepakatan yang dibuat di World Trade Organization (WTO, Organisasi Perdagangan Dunia) sesungguhnya dilandaskan pada suatu ideologi yang dikenal dengan sebutan “neo-liberlisme”. Neo-liberalisme pada dasarnya tidak ada bedanya dengan liberalisme. Para penganut neo-liberlisme percaya bahwa pertumbuhan ekonomi adalah hasil normal “kompetisi bebas”. Mereka percaya bahwa ‘pasar bebas” itu efisien, dan cara yang tepat untuk mengalokasikan sumberdaya alam yang langka untuk memenuhi kebutuhan manusia. Harga barang dan jasa menjadi indikator apakah sumberdaya telah habis atau masih banyak. Kalau harga murah, berarti persediaan memadai. Harga mahal artinya produksinya mulai langka. Harga tinggi maka orang akan menanam modal ke sana. Oleh sebab itu, harga menjadi tanda apa yang harus diproduksi. Itulah alasan mengapa neo-liberalisme tidak ingin pemerintah ikut campur tangan dalam ekonomi. “Serahkan saja pada mekanisme dan hukum pasar”, demikian keyakinan mereka. Keputusan individual atas interes pribadi diharapkan mendapat bimbingan dari invisible hand (tangan yang tidak tampak), sehingga masyarakat akan mendapat berkah dari ribuan keputusan individual tersebut. Kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang tersebut pada akhirnya akan trickle down (menetes ke bawah) kepada anggota masyarakat yang lain. Oleh karena itu sedikit orang tersebut perlu difasilitasi dan dilindungi. Kalau perlu jangan dipajaki. Krisis berkepanjangan yang menimpa kapitalisme awal abad 19, yang berdampak depresi ekonomi 1930-an berakibat tenggelamnya paham liberalisme. Pendulum beralih memperbesar pemerintah sejak Roosevelt dengan “New Deal” tahun 1935. Tetapi dalam perjalanan kapitalisme, di akhir abad 20 pertumbuhan dan akumulasi kapital menjadi lambat. Kapitalisme memerlukan strategi baru untuk mempercepat pertumbuhan dan akumulasi kapital. Strategi yang ditempuh adalah menyingkirkan segenap rintangan investasi dan pasar bebas, dengan memberlakukan perlindungan hak milik intelektual, good governance (pemerintahan yang baik), penghapusan subsidi dan program proteksi rakyat, deregulasi, penguatan civil society, program anti-korupsi, dan lain sebagainya. Untuk itu diperlukan suatu tatanan perdagangan global, dan sejak itulah gagasan globalisasi dimunculkan. Dengan demikian globalisasi pada dasarnya berpijak pada kebangkitan kembali paham liberalisme, suatu paham yang dikenal sebagai neo-liberalisme. Neo-liberalisme sesungguhnya ditandai dengan kebijakan pasar bebas, yang mendorong perusahaan swasta dan pilihan konsumen, penghargaan atas tanggungjawab personal dan inisiatif kewiraswastaan, serta menyingkirkan birokrat dan “parasit” pemerintah, yang tidak akan pernah mampu meskipun dikembangkan. Aturan dasar kaum neo-liberal adalah “Liberalisasikan perdagangan dan keuangan”, “Biarkan pasar menentukan harga”, “Akhiri inflasi, Stabilisasi ekonomi-makro, dan privatisasi”, “Pemerintah harus menyingkir dari menghalangi jalan”. Paham inilah yang saat ini mengglobal dengan mengembangkan “consensus” yang dipaksakan yang dikenal dengan “Globalisasi”, sehingga terciptalah suatu tata dunia. Arsitek tata dunia ini ditetapkan dalam apa yang dikenal “The Neo-Liberal Washington Consensus”, yang terdiri dari para pembela ekonomi swasta terutama wakil dari perusahaan-perusahaan besar yang mengontrol dan menguasai ekonomi internasional dan memiliki kekuasaan untuk mendominasi informasi kebijakan dalam membentuk opini publik.
Pokok-pokok pendirian neo-liberal meliputi, pertama, bebaskan perusahaan swasta dari campur tangan pemerintah, misalnya jauhkan pemerintah dari campur tangan di bidang perburuhan, investasi, harga serta biarkan perusahaan itu mangatur diri sendiri untuk tumbuh dengan menyediakan kawasan pertumbuhan. Kedua, hentikan subsidi Negara kepada rakyat karena bertentangan dengan prinsip pasar dan persaingan bebas. Negara harus melakukan swastanisasi semua perusahaan Negara, karena perusahaan Negara dibuat untuk melaksanakan subsidi Negara pada rakyat. Ini juga menghambat persaingan bebas. Ketiga, hapuskan ideologi “kesejahteraan bersama” dan pemilikan komunal seperti yang masih banyak dianut oleh masyarakat “tradisional” karena menghalangi pertumbuhan. Serahkan manajemen sumberdaya alam kepada ahlinya, bukan kepada masyarakat “tradisional” (sebutan bagi masyarakat adaptif) yang tidak mampu mengelola sumberdaya alam secara efisien dan efektif.
3.      Perkembangan Kapitalisme di Indonesia.
Kapitalisme awalnya tumbuh dan berasal dari Amerika Utara dan Eropa. Menurut Tan Malaka (2008: 45), sistem kapitalisme di Indonesia masih muda atau masih prematur karena negara Indonesia baru menggunakan mesin untuk proses industri seperempat abad belakangan ini. Susunan kapital Indonesia yang prematur ini dikarenakan penjajah yang terlalu lama mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia, sehingga orang Indonesia belum dapat menggunakan sumber daya alamnya dengan maksimal. Terdapat beberapa faktor internal yang juga memengaruhi prematurnya sistem kapitalisme di Indonesia. Faktor perbedaan bentang alam Indonesia, misalnya. Pulau Jawa memiliki lebih banyak lahan pertanian dan Pulau Sumatera memiliki lebih banyak lahan yang mengandung sumber daya alam, seperti besi dan minyak tanah. Dengan demikian, mesin perindustrian modern yang kini lebih berkembang di Pulau Jawa, sesungguhnya lebih tepat jika digunakan untuk mengembangkan Pulau Sumatera. Selain itu, sistem kapitalis menyebabkan perpindahan penduduk. Penduduk yang tadinya berada di desa berpindah ke kota karena tingginya tingkat kebutuhan tenaga kerja di kota-kota besar. Hal ini menyebabkan pertumbuhan kapitalisme di Indonesia tidak merata. Susunan kapitalisme Indonesia selanjutnya terus berkembang, namun tidak secara alami (Malaka, 2008: 48). Berbeda dengan Amerika Utara dan Eropa yang kapitalismenya muncul dan berkembang secara alami, perkembangan kapitalisme di Indonesia disebabkan oleh pengaruh penjajah asing yang mengeksploitasi kekayaan Indonesia untuk memuaskan kepentingan pihak asing tersebut. Hal ini menghasilkan kemajuan ekonomi Indonesia yang tidak teratur seperti semestinya. Sampai saat ini, Indonesia belum dapat menghasilkan barang-barang untuk penduduknya sendiri maupun untuk perdagangan luar negeri. Mesin-mesin pertanian, keperluan rumah tangga, serta bahan-bahan produksi yang dipakai oleh rakyat Indonesia mayoritas tidak dibuat oleh tangan sendiri (Malaka, 2008: 49).
            Kemerdekaan yang diperoleh bangsa Indonesia tak lantas membuat kapitalisme di Indonesia hilang. Pada masa kemerdekaan dan pada masa Orde Lama, ekonomi Indonesia lemah. Oleh sebab itu, pada masa Orde Baru, Presiden Soeharto dengan rezimnya menerapkan kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk pembangunan nasional dan kesejahteraan ekonomi. Dalam praktiknya, rezim Soeharto membuat kapitalisme di Indonesia semakin kuat. Pembangunan besar-besaran membuat para investor asing tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Tatanan Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto mencerminkan suatu bentuk pemerintahan oligarki yang menempatkan golongan-golongan dengan power yang kuat atau penguasa sebagai pengambil keuntungan untuk memenuhi kepentingannya (Robinson & Hadiz, 2004: 42-3). Dalam KTT APEC di Bogor tahun 1994, Presiden Soeharto menyatakan bahwa siap atau tidak siap, Indonesia akan memasuki perdagangan bebas. Momentum inilah yang menjadi cikal bakal perdagangan bebas di Indonesia hingga kini. Para investor asing yang membanjiri pasar usaha Indonesia semakin mendesak para investor pribumi. Persaingan serta sistem pemerintahan oligarki menjadi sebab terjadinya krisis ekonomi dan inflasi di tahun 1997-1998, hingga akhirnya Presiden Soeharto mundur dari jabatannya (Pusat Penelitian Politik, 2009), meninggalkan jejak-jejak kapitalisme di Indonesia.
Kapitalisme yang terus bertumbuh di Indonesia ini, tidak lepas dari pengaruh kolonialisme Belanda. Kedatangan VOC sampai pada masa diberlakukannya sistem tanam paksa merupakan akar dari kapitalisme di Indonesia. Kekejaman sistem tanam paksa yang dilakukan Belanda merupakan bentuk dari praktik kapitalisme, yakni Belanda yang memeras kekayaan pribumi demi memenuhi kepentingan pemeritahannya pada saat itu. Keadaan yang demikian disebut sebagai politik perampok bangsa Belanda. Politik tersebut pula yang kemudian memusnahkan benih-benih industri bumiputera modern (Malaka, 2008: 49). Setelah sistem tanam paksa dihapuskan dan setelah kemerdekaan, kapitalisme di Indonesia berkembang dengan bentuk imperialisme baru. Modal-modal asing mulai masuk ke Indonesia pada masa Orde Baru, yang setelah beberapa waktu menimbulkan kesenjangan antara masyarakat yang memiliki modal dengan yang tidak memiliki modal. Meskipun perkembangan pembangunan dan ekonomi Indonesia semakin maju, banyak dampak negatif yang bahkan dapat dirasakan sampai sekarang. Di antaranya kesenjangan kelas-kelas sosial dan efek penyelewengan yang dilakukan oleh Soeharto. Banyaknya modal yang masuk membuat Soeharto memakai uang tersebut bukan lagi untuk rakyat melainkan untuk kepentingannya sendiri. Pemikiran kolonialisme yang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu dan memiskinkan pihak-pihak yang lain mencerminkan dipengaruhinya kapitalisme Indonesia oleh kolonialisme Belanda.
            Sampai saat ini, kapitalisme masih terus berkembang di Indonesia. Kekayaan sumber daya Indonesia masih dieksploitasi oleh negara-negara lain. Selain itu, terdapat banyak fenomena yang menggambarkan bahwa kapitalisme masih eksis di Indonesia, di antaranya banyak pemilik modal yang mengeruk kekayaan untuk kepentingannya sendiri sehingga menyebabkan kesenjangan yang semakin besar antara kelas-kelas sosial yang ada. Penulis menyimpulkan bahwa pada awalnya, struktur kapital di Indonesia masih prematur atau rentan. Seiring berjalannya waktu, serta dengan pengaruh yang datang dari luar maupun dalam Indonesia, kapitalisme terus berkembang, bahkan sampai saat ini. Salah satu faktor yang memengaruhi berkembangnya pemikiran dan praktik kapitalisme adalah ‘contoh’ yang dapat kita lihat pada masa penjajahan Belanda. Menurut penulis, perkembangan kapitalisme pada zaman modern ini juga terjadi karena pengaruh neoliberalisme yang semakin kuat. Gencarnya pasar bebas dan masalah Freeport adalah beberapa contoh semakin berkuasanya modal asing di Indonesia.
4.      Pendapat Kontra akan Kapitalisme.
Kapitalisme telah menjadi suatu kekuatan yang benar-benar revolusioner. Kapitalisme menciptakan masyarakat global; memperkenalkan peruabahan teknologi yang tak kenal henti; menggulingkan dunia tradisional, akan tetapi menurut Marx, sekarang kapitalisme harus digulingkan. Hukum kapitalisme telah berakhir dan sekarang saatnya komunisme harus dimulai. Dari perspektif inilah Marx meengkritisi kapitalisme, dari potensi-potensinya di masa depan. Pertentangan terhadap sistem kapitalisme telah banyak dilontarkan oleh tokoh-tokoh sosialis yang mengkritik dari berbagai sisi yang kemudian mereka menawarkan sebuah sistem ekonomi yang mampu memberi apa yang tidak mampu dilakukan oleh sistem kapitalisme, yaitu sistem sosialisme. Kemudian, kedua sistem – selain Islam – inilah yang banyak memberi warna kepada dunia ekonomi modern serta merupakan aliran yang ekstrim dalam perkembangan ilmu ekonomi. Tetapi baru-baru ini muncul sistem ekonomi yang sebenarnya sudah digagas dan dipraktikkan sejak abad 7 Masehi, tahun dimana Islam juga sedang berkembang. Namun ummat Islam mulai serius menggali kembali khazanah ilmu ekonomi Islam pada beberapa tahun terakhir.

DAFTAR PUSTAKA
Malaka, Tan, 2008. “Kapitalisme Indonesia”, dalam Aksi Massa. Yogyakarta: Penerbit Narasi.
           
Pusat Penelitian Politik, 2009. Seminar Intern: Kapitalisme Modern: Antara Shareholder Capitalism dan Stakeholder Capitalism [online], dalam http://www.politik.lipi.go.id/in/kegiatan/215-seminar-intern-kapitalisme-modern-antara-shareholder-capitalism-dan-stakeholder-capitalism-antara-kapitalisme-pemegang-saham-dan-kapitalisme-pemangku-kepentingan-.html [diakses pada 7 Oktober 2014)





 

1 Komentar:

Pada 4 Maret 2022 pukul 12.31 , Blogger tallysjaece mengatakan...

A Vegas Casino to Offer Crypto For Money, Cash or Real
A Vegas 전라북도 출장마사지 Casino to 춘천 출장샵 Offer Crypto For Money, Cash or Real Time Gaming is one of 포항 출장안마 the online 공주 출장안마 casinos that offers cryptocurrency for 평택 출장안마 real money.

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda