Kapitalisme
(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah SejarahIntelektual)
Oleh:
RIDHO R PUTRA
(120210302099)
Kelas B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2014
11.
Pengertian
Kapitalisme.
Menurut
sejarahnya kapitalisme berkembang sebagai sesuatau bagian dari gerakan besar
individualism, di bidang keagamaan gerakan ini melahirkan reformasi. Di bidang penalaran,
gerakan ini melahirkan ilme pengetahuan alam (IPA). Di dalam hubungan
masyarakat gerakan ini melahirkan ilmu – ilmu sosial sedangkan di bidang
ekonomi gerakan ini melahirkan kapitalisme.
Menurut para
tokoh.
a. J.M.
Romein (1956) mengatakan bahwa kapitalisme adalah suatu cara mengadakan
produksi dengan cara mengadang laba.
b. Ir.
Soekarno (1958) mengatakan bahwa kapitalisme adalah sebuah sistem pergaulan
hidup yang timbul dari cara – cara
produksi yang memisahkan kaum buruh dari alat – alat produksi.
c. Max
Weber (dalam Berger, 1990) mengatakan bahwa kapitalisme adalah suatu kegiatan
ekonomi yang ditujukan pada suatu pasar dan dipacu untuk menghasilkan laba
dengan adanya pertukaran di pasar.
Adam Smith adalah peletak dasar pemikiran
kapitalisme yang menjelaskan bekerjanya mekanisme hukum pasar atas dasar
dorongan kepentingan-kepentingan pribadi karena kompetisi dan kekuatan
individualisme dalam menciptakan keteraturan ekonomi. Melaluinya, kapitalisme
melakukan klasifikasi antara nilai guna dengan nilai tukar yang ada pada setiap
komoditi. Ukuran riil dari nilai tukar komoditi, harus dilihat dari kondisi
pertukaran, dimana 'ukuran riil' dari nilai komoditi adalah kuantitas dari
kerja yang berada dalam barang-barang lain yang dapat dipertukarkan di pasar.
David Ricardo yang melakukan kritik terhadap Adam
Smith, terutama yang berkaitan dengan nilai komoditi. Menurutnya, nilai
komoditi terdapat pada kerja manusia berikut bahan-bahan mentah dan alat-alat
kerja. Ricardo menemukan bahwa komoditi yang dijual pada harganya, kira-kira
akan setara dengan jumlah kerja yang diperlukan untuk memproduksinnya.
Asumsinya satu-satunya nilai tukar, berawal dari jumlah kerja yang digunakan
untuk memproduksi, Karenanya dari Ricardo-lah sifat parasit dari seluruh
pendapatan yang tidak diperoleh dari kerja terbongkar, sebab darinya, kelak
akan ditemukan apa yang dinamai dengan nilai lebih dan kerja lebih. Kedua
ilmuwan ini menjadi peletak dasar bagi ideologi kapitalisme awal dan mereka
hidup pada masa transisi dari ekonomi subsisten menuju pada sistem ekonomi
pasar, yang mengandalkan pada laba. Sejumlah ilmuwan kemudian memberikan
pendasaran historis tentang masa peralihan ke kapitalisme ini dengan ditandai
oleh sejumlah indikator: pertama meningkatnya output pertanian yang bersamaan
dengan pemisahan petani-petani dari tanahnya, kedua pertumbuhan produksi
komoditi dan pembagian kerja, ketiga akumulasi modal oleh pedagang dan petani
kaya.
1. Kapitalisme
Awal (1500 – 1750).
Merkantilisme.
Kapitalisme
mempunyai sejarah panjang yang mana sejak ditemukannya sistem perniagaan yang
dilakukan oleh pihak swasta. Di Eropa, hal ini dikenal dengan sebutan guild
sebagai cikal bakal kapitalisme. Kapitalisme merupakan cara pandang dalam
menjalani kegiatan ekonominya. Hal tersebut bisa dilihat pada Merkantilisme
berkembang pada abat ke-15 sampai abad 18, dan berasal dari kata merchand yang artinya pedagang. Walaupun para ahli masih
meragukan apakah merkantilisme benar merupan suatu aliran/madzhab atau bukan,
namun aliran ini memiliki dampak yang besar dalam perkembangan teori ekonomi.
Aliran ini timbul pada masa ketika perdagangan antar negara semakin berkembang
pesat. Kalau di masa sebelumnya masyarakat dapat mencukupi kebutuhannya dengan
dengan memproduksi sendiri, pada masa merkantilisme ini berkembang paham bahwa
jika sebuah negara hendak maju, maka negara tersebut harus melakukan
perdagangan dengan negara lain, surplus perdagangan berupa emas dan perak yang
diterima merupakan sumber kekayaan negara.
Dalam bukunya yang berjudul “EnglandTreasure by Foreign Trade” Thomas Mun menulis tentang manfaat
perdagangan luar negeri. Ia menjelaskan bahwaperdagangan luar negeri akan
memperkaya negara jika menghasilkan surplus dalam bentuk emas dan perak.
Keseimbangan perdagangan hanyalah perbedaan antara apa yang di ekspor dan apa
yang di impor. Ketika negara mengalami surplus perdagangan, ini berarti ekspor
lebih besar daripada impor. Lebih lanjut Thomas Mun menjelaskan bahwa
perdagangan domestik tidak dapat membuat negara lebih makmur, karena perolehan
logam mulia dari seorang warga negara adalah sama dengan hilangnya logam mulia
dari warga negara yang lain. Dengan meningkatkan persedian uang domestik
sebagai hasil dari surplus perdagangan ternyata dapat juga memunculkan bahaya
karena orang akan terpancing untuk membeli lebih banyak barang-barang mewah.
Hal ini menyebabkan harga barang dalam negeri akan naik dan pada akhirnya akan
mengurangi ekspor karena barang-barang yang diproduksi di dalam negeri
akan terlalu mahal bila dijual di luar negeri. Konsekuensi ini bisa dihindari
yaitu dengan melakukan investasi kembali. Reinvestasi ini akan menciptakan
lebih banyak barang untuk diekspor. Thomas Mun mengakui bahwa betapa pentingnya
investasi modal dan Ia memandang keseimbangan perdagangan merupakan sebuah cara
untuk mengumpulkan modal produktif.
Ajaran merkantilisme dominan sekali diajarkan di seluruh sekolah Eropa pada awal periode modern (dari abad ke-15 sampai ke-18, era dimana
kesadaran bernegara sudah mulai timbul). Peristiwa ini memicu, untuk pertama
kalinya, intervensi suatu negara dalam mengatur perekonomiannya yang akhirnya
pada zaman ini pula sistem kapitalisme mulai lahir. Kebutuhan akan pasar yang diajarkan oleh teori
merkantilisme akhirnya mendorong terjadinya banyak peperangan dikalangan negara
Eropa dan era imperialisme Eropa akhirnya dimulai. Sistem ekonomi merkantilisme
mulai menghilang pada akhir abad ke-18, seiring dengan munculnya teori ekonomi
baru yang diajukan oleh Adam Smith dalam
bukunya The
Wealth of Nations, ketika sistem ekonomi baru
diadopsi oleh Inggris, yang notabene saat itu adalah negara industri terbesar
di dunia.
Kolonialisme.
Merkantilis merupakan model
kebijakan ekonomi dengan campur tangan pemerintah yang dominan, proteksionisme
serta politik kolonial, ditujukan dengan neraca perdagangan luar negeri yang
menguntungkan. Kebijakan ekonomi lebih bersifat makro, hal ini berhubungan
dengan tujuan proteksi industri di dalam negeri, dan menjaga rencana
perdagangan yang menguntungkan, hal ini dilakukan dalam usaha meningkatkan
peranannya dalam perdagangan internasional dan perluasan-perluasan
kolonialisme, yang mana Kolonialisme sendiri merupakan suatu sistem dimana
suatu negara menguasai rakyat dan sumber daya negara lain tetapi masih tetap
berhubungan dengan negeri asal dan tujuannya untuk menguras sumber-sumber
kekayaan daerah koloni demi perkembangan industri dan memenuhi kekayaan negara
yang melaksanakan politik kolonial tersebut. Pada zaman kolonialisme ini
akumulasi modal yang terkonsentrasi di Eropa (Inggris) didistribusikan ke
penjuru dunia, yang menghadirkan segenap kemiskinan di wilayah jajahannya.
Kelahiran
kapitalisme dimasa merkantilisme dan kolonialisme dibidani oleh tiga tokoh
besar, yaitu Martin Luther yang memberi dasar-dasar teosofik, Benjamin Franklin
yang memberi dasar-dasar filosofik dan Adam Smith yang memberikan dasar-dasar
ekonominya. Martin Luther yang memberi dasar-dasar teosofik adalah seorang
Jerman yang melakukan gerakan monumentalnya, 31 Oktober 1571 dengan menempelkan
tulisan protesnya di seluruh penjuru Roma. Ia tidak menerima kenyataan praktik
pengampunan dosa yang diberlakukan Gereja Roma. Kemudian ia meletakkan ajaran
dasarnya, yaitu: “Manusia menurut kodratnya menjadi suram karena dosa-dosanya
dan semata-mata lewat perbuatan dan karya yang lebih baik saja mereka dapat
menyelamatkan dirinya dari kutukan abadi”. Sedangkan bagi Benjamin Franklin
yang memberi dasar-dasar filosofik, mengajak orang untuk bekerja keras
mengakumulasi modal atas usahanya sendiri. Kemudian Franklin mengamanatkan
“Waktu adalah Uang”. Bagi Adam Smith yang memberikan dasar-dasar ekonominya dan
tarcantum dalam buku An Inquiry into The
Nature and Causes of The Wealth Nations, Adam Smith lebih mengkongkretkan
spirit kapitalismenya dalam sebuah konsep sebagai mekanisme pasar. Basis
folologisnya adalah laissez-faire, laissez-passer. Ia mengatakan bahwa
barang langka akan menyebabkan harga barang tersebut menjadi mahal sehingga
menjadi sulit didapatkan terutama oleh mereka yang berpenghasilan rendah.
Tetapi menurut Smith bahwa yang harus dilihat adalah perilaku produsen. Ketika
harga barang mahal, maka keuntungan akan meningkat. Ketika keuntungan yang
dijanjikan atas barang tersebut tinggi, maka banyak produsen yang
memproduksinya. Sehingga dengan demikian kelangkaan barang tersebut akan
terpenuhi dan menjadi murah dan kebutuhan masyarakat akan terpenuhi. Sehingga
masalah yang terjadi di masyarakat akan diselesaikan oleh the invisible hands.
2.
Kapitalisme Klasik (1750 – 1914).
Revolusi Industri.
Pada fase ini terjadi pergeseran
perilaku para kapitalis yang semula hanya perdagangan publik, ke wilayah yang
mempunyai jangkauan lebih luas yaitu industri. Pada masa Revolusi Industri
yaitu merupakan perubahan radiakal struktur masyarakat agraris ke industri
serta perubahan penggunaan sarana produksi dari tenaga manusia ke tenaga mesin.
Transformasi dari dominasi modal perdagangan ke dominasi modal industri yang
seperti itu merupakan ciri Revolusi Industri di Inggris. Perubahan dalam cara
menentukan pilihan tekhnologi dan cara berorganisasi berhasil memindahkan
industri dari pedesaan ke sentra-sentra perdagangan lama di perkotaan selama
Revolusi Industri. Akumulasi kapital yang terus menerus membengkak selama dua
atau tiga abad mulai menunjukkan hasil yang baik pada abad 18. Penerapan
praktis dari ilmu pengetahuan teknis yang tumbuh selama berabad-abad dapat
sedikit demi sedikit dilakukan. Kapitalisme mulai menjadi penggerak bagi
perubahan teknologi karena akumulasi modal memungkinkan penggunaan berbagai
inovasi.
Tepat pada
fase ini kapitalisme mulai meletakkan dasarnya yaitu laissez-faire, laissez-passer sebagai doktrin mutlak Adam Smith.
Dillar menerangkan bahwa perkembangan kapitalisme pada fase kedua ini
semata-mata menggunakan argumentasi ekonomis. Perkembangan ini tentu saja
menjadi parameter keberhasilan bagi kaum borjuis dalam struktur sosial
masyarakat. Kesuksesan ekonomis berimbas pada kesuksesan di bidang politik,
yaitu hubungan antara kapitalis dan Negara. Proses ini menguntungkan
kapitalisme terutama dalam penentuan gaya eksplorasi, eksploitasi dan perluasan
daerah kekuasaan sebagai lahan distribusi produksi. Periode kapitalisme klasik
erat kaitannya dengan karya Adam Smith An Inquiry into The Nature and Causes of
The Wealth Nations (1776) melalaui karya ini terdapat analisa bahwa kapitalisme
kuno sudah berakhir dan bergeser menjadi kapitalisme klasik.
3.
Kapitalisme Lanjut (1914 – Sekarang).
Kapitalisme
lanjut dijelaskan mulai berkembang sejak abad 19, tepatnya tahun 1914, Perang
Dunia I sebagai momentum utama. Abad 20 ditandai oleh perkembangan kapitalisme
yang sudah tidak lagi bisa disebut sebagai kapitalisme tradisional. Kapitalisme
fase lanjut sebagai peristiwa penting ini ditandai paling tidak oleh tiga
momentum. Pertama, pergeseran dominasi modal dari Eropa ke Amerika. Kedua,
bangkitnya kesadaran bangsa-bangsa di Asia dan Afrika terhadap kolonialisme
Eropa sebagai ekses dari kapitalisme klasik, yang kemudian memanifestasikan
kesadaran itu dengan perlawanan. Ketiga, Revolusi Bolzhevik Rusia yang
berhasrat meluluhlantakkan institusi fundamental kapitalisme yang berupa
pemilikan kapital secara individu atas penguasaan sarana produksi, struktur
kelas sosial, bentuk pemerintahan dan kemapanan agama. Dari sana kemudian
muncul ideologi tandingan, yaitu komunisme.
Kapitalisme
abad 20 berhasil tampil meliuk-liuk dengan performance yang selalu bergerak
mengadaptasikan kebutuhan umat manusia pada zaman dan situasi lingkungannya.
Fleksibilitas ini sukses membawa kapitalisme sebagai akhir ideologi (The End of Ideology) yang mengantarkan
umat manusia tidak hanya menuju gerbang yang penuh pesona ekstasi melainkan
juga pada gerbang yang berpeluang besar untuk kehancuran umat manusia. Produk
lain yang ditunjukkan oleh kapitalisme lanjut adalah sedemikian menjamurnya
korporasi-korporasi modern. Korporasi sudah tidak lagi bergerak di bidang
industri manufaktur, melainkan jasa dan informasi. Ia berusaha mendominasi
dunia dengan kecanggihan tekhnologi serta orientasi menghadapi ekonomi global.
Ia lazim berbentuk MNC / TNC (MultiNational
Corporation/Trans National Corporation). Kehadirannya semakin mempertegas
bahwa pelaku aktifitas ekonomi sesungguhnya bukanlah institusi Negara,
melainkan para pengusaha bermodal besar. Sebab hanya dengan modal mereka bisa
melakukan kegiatan ekonomi apa dan di mana saja.
Dengan
semakin pentingnya modal, peranan negara menjadi tereduksi, tapi juga hilang
sama sekali. Negara hanya sekedar menjadi aktor pelengkap (Complement Actor)
saja dalam percaturan ekonomi dunia, meski dalam beberapa kasus peran Negara
tetap dibutuhkan sebagai fasilitator untuk mendukung roda ekonomi yang sedang
diputar kapitalis. Inilah yang dinubuat Galbraith dengan mengatakan bahwa
korporasi modern menerapkan kekuasaan melalui pemerintahan. Para kapitalis ini
tetap membutuhkan keterlibatan Negara untuk memfasilitasi setiap produk yang
dipasarkan. Hubungan simbiosis mutualisme ini selanjutnya menjadi karakter
dasar dari kapitalisme lanjut. Peristiwa ini menyebabkan para pakar menyebut
bahwa kapitalisme lanjut adalah kapitalisme monopoli atau kapitalisme kroni
(crony capitalism).
Sementara menurut pandangan Clauss
Offe dalam Habermas, sejauh kegiatan Negara diarahkan pada stabilitas dan
pertumbuhan ekonomi, politik selalu menampilkan sifat negatif yang khas.
Politik diarahkan untuk mengatasi disfungsionalitas dan menghindari
resiko-resiko yang membahayakan sistem. Politik tidak diupayakan untuk
merealisasikan tujuan-tujuan, melainkan pada pemecahan masalah-masalah teknis.
Kegiatan Negara dibatasi hanya pada persoalan-persoalan teknis yang bisa
dipecahkan secara administratif sehingga dimensi praksisnya hilang. Hubungan
faktor politik-kapitalis dengan melakukan kolaborasi adalah cara pandang
Keynes, dan persoalan itu susah untuk dihindarkan. Keynes sangat tertarik pada
keseluruhan adegan sosial dan politik yang diproduksi secara bersamaan. Ia
memandang teori ekonomi sebagai suatu alat kebijakan politik. Ia membelokkan
apa yang disebut metode ilmu ekonomi klasik yang bebas nilai untuk melayani
tujuan dan target mental, dan untuk itu ia membuat ilmu ekonomi menjadi
persoalan politik dengan cara yang berbeda.
Akumulasi
modal sekarang tidak sekedar menjadi kebiasaan. Ia telah menjadi sebuah hukum,
di balik nuansa ini, tersimpan keniscayaan akan adanya alienasi bagi mereka,
para kelompok mayoritas seperti buruh, petani dan perempuan. Kita menyadari
bahwa kapitalisme model baru menyimpan keniscayaan atas penindasan kelompok
mayoritas. Segitiga konspirasi ala O’Donnel sampai hari ini masih relevan dalam
menjelaskan mekanisme ketertindasan struktural rakyat. Secara empiris
konspirasi itu dapat dilihat dari bagaimana kebijakan-kebijakan Negara
terbentuk atas pengaruh kepentingan TNC. Tiga pilar neo klasik, TNC/MNC, World
Bank/IMF, dan WTO berjalan linier, sevisi, setujuan menuju kepentingan yang
sama, yakni liberalisasi pasar. Di samping itu ketiga institusi itu adalah
kekuatan terbesar dunia abad ini. Sehingga kita tidak pernah menemukan
kebijakan internasional yang tanpa memuat kepentingan ketiganya. Kita memang
bisa menyadari bahwa kapitalisme lanjut tidak hanya dipahami sesederhana itu.
Jika hujatan terpedas hari ini pada kapitalisme diserangkan oleh kelompok Marx
dengan asumsi konflik kelas, sesungguhnya saat ini kita juga menyaksikan
bagaimana kapitalisme menghadapinya dengan dada terbuka. Cita-cita Marx yang
tertuang dalam kata-kata msayarakat tanpa kelas, justru secara mengejutkan,
bukan terjadi dalam masyarakat komunisme, melainkan dalam masyarakat
kapitalisme. Konsep pilihan publik (public choice) yang mencoba mengagregasikan
kebutuhan-kebutuhan individu berhadapan dengan Negara, justru pada akhirnya
mampu menciptakan masyarakat tanpa kelas. Maka pada saat kapitalisme, dalam
kaitannya dengan Negara, mampu memelihara Negara dengan mengupayakan
reinventing government, bukan barang mustahil apabila masyarakat tanpa kelas
adalah milik kapitalisme, bukan komunisme. Masyarakat tanpa kelas ternyata
gagal dipraktekkan oleh komunisme. Barangkali inilah yang disebut sebagai akhir
sejarah itu, threshold capitalism.
Developmentalisme.
Globalisasi
kegiatan ekonomi dan persoalan pengelolaannya sering dianggap baru muncul
setelah Perang Dunia II, khususnya pada tahun 1960-an. Masa sesudah tahun
1960-an adalah masa munculnya perusahaan multinasional (MNC) dan berkembangnya
perdagangan internasional. Kemudian, setelah sistem nilai tukar setengah-tetap
Bretton Woods ditinggalkan pada tahun 1971-1973, investasi dalam bentuk
surat-surat berharga internasional dan pemberian kredit oleh bank mulai
berkembang dengan cepat, seiring dengan meluasnya pasar modal ke seluruh dunia,
yang menambah rumit hubungan ekonomi internasional dan membuka jalan bagi
globalisasi ekonomi dunia yang terintegrasi dan saling tergantung.
Pada fase
pasca PD II, strategi ekonomi politik yang dilancarkan oleh AS dan para
sekutunya adalah strategi Developmentalisme yang artinya paham akan pembangunan
untuk mengamankan investasi modalnya, kapitalisme internasional memberikan
dukungan bagi orang-orang kuat di sejumlah negara dunia ketiga yang berasal
dari jajaran militernya. Di Amerika Latin kita jumpai sejumlah regime yang
dipimpin oleh militer (otoriter), di Asia Tenggara dan Selatan juga dijumpai
regime otoriter yang kebanyakan dipimpin oleh militer. Militer pada zaman ini
adalah anak emas yang dibesarkan oleh kapitalisme dengan tujuan mengamankan
investasi modal. Pada fase ini (1960-1970-an) dekolonialisasi ditawarkan pada
sejumlah Negara-negara jajahan Eropa Barat dan Amerika Serikat di Asia, Afrika
dan Pasifik serta sebagian Negara-negara Amerika Latin. Akhirnya, globalisasi
adalah bentuk baru hegemoni ekonomi, legitimasi baru terhadap pasar, kompetisi
dan profit. Setelah dekolonisasi dan runtuhnya blok sosialis, globalisasi
menjadi bentuk baru hegemoni atas nama pasar bebas, revolusi informasi, dunia
sebagai satu dunia dan lain sebagainya. Akhir sejarah juga merupakan legitimasi
baru kapitalisme setelah runtuhnya komunisme, seolah-olah sejarah berhenti dan
waktunya habis. Revolusi informasi merupakan dalih baru untuk menyatukan dunia
atas nama tekhnologi komunikasi baru, dunia sebagai satu desa dan hukum pasar.
Globalisasi.
Globalisasi
adalah suatu proses yang menempatkan masyarakat dalam saling keterhubungan
dalam bidang ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Paham yang demikian itu
disebut globalisasi atau neo-liberalisme. Beberapa faktor pendorong globalisasi
yaitu: Pertama, kekuatan kaum kapitalis internasional, yaitu Negara-negara
imperialis pusat, Negara menjadi motor penggerak globalisasi karena ia memiliki
kekuasaan dalam mengatur formulasi strategis globalisasi, alokasi sumber daya
ekonomi pada aktor-aktor global termasuk MNC. MNC yang mampu beroperasi hampir
di seluruh dunia, dan merupakan sumber kekuatan dari globalisasi itu sendiri
dikemudian hari yang pada akhirnya peran MNC dalam dinamika globalisasi ini
begitu kuatnya seolah-olah MNC telah menjadi parasit yang memakan induk
semangnya dan menjadi lebih kuat dan lebih besar. Kekuatannya ini didukung oleh
Bretton Woods Institution, yaitu: Bank Dunia (World Bank, Dana Moneter
Internasional (IMF) dan GATT/WTO kemudian diaplikasikan pada tiga sistem yaitu
liberalisasi perdagangan, keuangan, investasi. Kedua, perkembangan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi, khususnya di bidang telekomunikasi. Ketiga,
dukungan pemerintah Negara-negara sedang berkembang (NSB) terhadap ekspansi
kaum kapitalis internasional di Negara mereka.
Dampak
perkembangan konstelasi politik-ekonomi internasional adalah efek globalisasi
yang telah masuk ke segala sendi kehidupan manusia di dunia internasional.
Dampak dari perkembangan ilmu pengetahuan telah timbul berbagai masalah.
Ternyata perkembangan ilmu pengetahuan tidak mampu mengatasi, jurang yang besar
antara Negara kaya dan miskin, masyarakat marginal, kelaparan, kemiskinan
internasional, dan masalah perkembangan indigeneous technology di dunia ketiga.
Jelaslah bahwa perkembangan ilmu pengetahuan, dinamik yang menguasai
jurusan-jurusan pertumbuhannya serta pilihan-pilihan masalahnya seperti juga
tekhnologi, tidak berdiri sendiri, merupakan bagian dari sistem sosial, lengkap
dengan tujuan-tujuan, kepentingan, prioritas, serta sistem nilainya. Oleh
karena itu pilihan tekhnologi tidak boleh diambil hanya berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan mengenai implikasi sosialnya.
Dalam hal
ini ilmu pengetahuan dalam bidang tekhnologi informasi memberikan pengaruh yang
sangat besar dalam perkembangan globalisasi dan pada akhirnya menimbulkan
krisis di masyarakat kapitalisme. Untuk memberikan gambaran lebih jelas tentang
masyarakat kapitalisme, penulis paparkan lebih mendetail perihal relasi Negara,
globalisasi dan logika neo-liberalisme. Karena paham tersebut merupakan sebuah
ideologi sebagai dampak dari krisis kapitalisme. Dan tentunya seluruh sistem
sosial. Globalisasi yang diperjuangkan oleh aktor-aktor globalisasi yakni
perusahaan-perusahaan transnasional (TNC, Trans-National Corporations) dan Bank
Dunia/IMF melalui kesepakatan yang dibuat di World Trade Organization (WTO,
Organisasi Perdagangan Dunia) sesungguhnya dilandaskan pada suatu ideologi yang
dikenal dengan sebutan “neo-liberlisme”. Neo-liberalisme pada dasarnya tidak
ada bedanya dengan liberalisme. Para penganut neo-liberlisme percaya bahwa
pertumbuhan ekonomi adalah hasil normal “kompetisi bebas”. Mereka percaya bahwa
‘pasar bebas” itu efisien, dan cara yang tepat untuk mengalokasikan sumberdaya
alam yang langka untuk memenuhi kebutuhan manusia. Harga barang dan jasa
menjadi indikator apakah sumberdaya telah habis atau masih banyak. Kalau harga
murah, berarti persediaan memadai. Harga mahal artinya produksinya mulai
langka. Harga tinggi maka orang akan menanam modal ke sana. Oleh sebab itu,
harga menjadi tanda apa yang harus diproduksi. Itulah alasan mengapa
neo-liberalisme tidak ingin pemerintah ikut campur tangan dalam ekonomi.
“Serahkan saja pada mekanisme dan hukum pasar”, demikian keyakinan mereka.
Keputusan individual atas interes pribadi diharapkan mendapat bimbingan dari
invisible hand (tangan yang tidak tampak), sehingga masyarakat akan mendapat
berkah dari ribuan keputusan individual tersebut. Kekayaan yang dikuasai oleh
segelintir orang tersebut pada akhirnya akan trickle down (menetes ke bawah)
kepada anggota masyarakat yang lain. Oleh karena itu sedikit orang tersebut
perlu difasilitasi dan dilindungi. Kalau perlu jangan dipajaki. Krisis
berkepanjangan yang menimpa kapitalisme awal abad 19, yang berdampak depresi
ekonomi 1930-an berakibat tenggelamnya paham liberalisme. Pendulum beralih
memperbesar pemerintah sejak Roosevelt dengan “New Deal” tahun 1935. Tetapi
dalam perjalanan kapitalisme, di akhir abad 20 pertumbuhan dan akumulasi
kapital menjadi lambat. Kapitalisme memerlukan strategi baru untuk mempercepat
pertumbuhan dan akumulasi kapital. Strategi yang ditempuh adalah menyingkirkan
segenap rintangan investasi dan pasar bebas, dengan memberlakukan perlindungan
hak milik intelektual, good governance (pemerintahan yang baik), penghapusan subsidi
dan program proteksi rakyat, deregulasi, penguatan civil society, program
anti-korupsi, dan lain sebagainya. Untuk itu diperlukan suatu tatanan
perdagangan global, dan sejak itulah gagasan globalisasi dimunculkan. Dengan
demikian globalisasi pada dasarnya berpijak pada kebangkitan kembali paham
liberalisme, suatu paham yang dikenal sebagai neo-liberalisme. Neo-liberalisme
sesungguhnya ditandai dengan kebijakan pasar bebas, yang mendorong perusahaan
swasta dan pilihan konsumen, penghargaan atas tanggungjawab personal dan
inisiatif kewiraswastaan, serta menyingkirkan birokrat dan “parasit”
pemerintah, yang tidak akan pernah mampu meskipun dikembangkan. Aturan dasar
kaum neo-liberal adalah “Liberalisasikan perdagangan dan keuangan”, “Biarkan
pasar menentukan harga”, “Akhiri inflasi, Stabilisasi ekonomi-makro, dan
privatisasi”, “Pemerintah harus menyingkir dari menghalangi jalan”. Paham
inilah yang saat ini mengglobal dengan mengembangkan “consensus” yang
dipaksakan yang dikenal dengan “Globalisasi”, sehingga terciptalah suatu tata
dunia. Arsitek tata dunia ini ditetapkan dalam apa yang dikenal “The Neo-Liberal Washington Consensus”, yang
terdiri dari para pembela ekonomi swasta terutama wakil dari
perusahaan-perusahaan besar yang mengontrol dan menguasai ekonomi internasional
dan memiliki kekuasaan untuk mendominasi informasi kebijakan dalam membentuk
opini publik.
Pokok-pokok
pendirian neo-liberal meliputi, pertama, bebaskan perusahaan swasta dari campur
tangan pemerintah, misalnya jauhkan pemerintah dari campur tangan di bidang
perburuhan, investasi, harga serta biarkan perusahaan itu mangatur diri sendiri
untuk tumbuh dengan menyediakan kawasan pertumbuhan. Kedua, hentikan subsidi
Negara kepada rakyat karena bertentangan dengan prinsip pasar dan persaingan
bebas. Negara harus melakukan swastanisasi semua perusahaan Negara, karena
perusahaan Negara dibuat untuk melaksanakan subsidi Negara pada rakyat. Ini
juga menghambat persaingan bebas. Ketiga, hapuskan ideologi “kesejahteraan
bersama” dan pemilikan komunal seperti yang masih banyak dianut oleh masyarakat
“tradisional” karena menghalangi pertumbuhan. Serahkan manajemen sumberdaya
alam kepada ahlinya, bukan kepada masyarakat “tradisional” (sebutan bagi
masyarakat adaptif) yang tidak mampu mengelola sumberdaya alam secara efisien
dan efektif.
3. Perkembangan Kapitalisme di
Indonesia.
Kapitalisme awalnya
tumbuh dan berasal dari Amerika Utara dan Eropa. Menurut Tan Malaka (2008: 45),
sistem kapitalisme di Indonesia masih muda atau masih prematur karena negara
Indonesia baru menggunakan mesin untuk proses industri seperempat abad
belakangan ini. Susunan kapital Indonesia yang prematur ini dikarenakan
penjajah yang terlalu lama mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia, sehingga
orang Indonesia belum dapat menggunakan sumber daya alamnya dengan maksimal.
Terdapat beberapa faktor internal yang juga memengaruhi prematurnya sistem
kapitalisme di Indonesia. Faktor perbedaan bentang alam Indonesia, misalnya.
Pulau Jawa memiliki lebih banyak lahan pertanian dan Pulau Sumatera memiliki
lebih banyak lahan yang mengandung sumber daya alam, seperti besi dan minyak
tanah. Dengan demikian, mesin perindustrian modern yang kini lebih berkembang
di Pulau Jawa, sesungguhnya lebih tepat jika digunakan untuk mengembangkan
Pulau Sumatera. Selain itu, sistem kapitalis menyebabkan perpindahan penduduk.
Penduduk yang tadinya berada di desa berpindah ke kota karena tingginya tingkat
kebutuhan tenaga kerja di kota-kota besar. Hal ini menyebabkan pertumbuhan
kapitalisme di Indonesia tidak merata. Susunan kapitalisme Indonesia
selanjutnya terus berkembang, namun tidak secara alami (Malaka, 2008: 48).
Berbeda dengan Amerika Utara dan Eropa yang kapitalismenya muncul dan
berkembang secara alami, perkembangan kapitalisme di Indonesia disebabkan oleh
pengaruh penjajah asing yang mengeksploitasi kekayaan Indonesia untuk memuaskan
kepentingan pihak asing tersebut. Hal ini menghasilkan kemajuan ekonomi
Indonesia yang tidak teratur seperti semestinya. Sampai saat ini, Indonesia
belum dapat menghasilkan barang-barang untuk penduduknya sendiri maupun untuk
perdagangan luar negeri. Mesin-mesin pertanian, keperluan rumah tangga, serta
bahan-bahan produksi yang dipakai oleh rakyat Indonesia mayoritas tidak dibuat
oleh tangan sendiri (Malaka, 2008: 49).
Kemerdekaan yang diperoleh bangsa Indonesia tak lantas membuat kapitalisme di
Indonesia hilang. Pada masa kemerdekaan dan pada masa Orde Lama, ekonomi
Indonesia lemah. Oleh sebab itu, pada masa Orde Baru, Presiden Soeharto dengan
rezimnya menerapkan kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk pembangunan
nasional dan kesejahteraan ekonomi. Dalam praktiknya, rezim Soeharto membuat
kapitalisme di Indonesia semakin kuat. Pembangunan besar-besaran membuat para
investor asing tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Tatanan Orde
Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto mencerminkan suatu bentuk pemerintahan
oligarki yang menempatkan golongan-golongan dengan power yang kuat atau
penguasa sebagai pengambil keuntungan untuk memenuhi kepentingannya (Robinson
& Hadiz, 2004: 42-3). Dalam KTT APEC di Bogor tahun 1994, Presiden Soeharto
menyatakan bahwa siap atau tidak siap, Indonesia akan memasuki perdagangan
bebas. Momentum inilah yang menjadi cikal bakal perdagangan bebas di Indonesia
hingga kini. Para investor asing yang membanjiri pasar usaha Indonesia semakin
mendesak para investor pribumi. Persaingan serta sistem pemerintahan oligarki
menjadi sebab terjadinya krisis ekonomi dan inflasi di tahun 1997-1998, hingga
akhirnya Presiden Soeharto mundur dari jabatannya (Pusat Penelitian Politik,
2009), meninggalkan jejak-jejak kapitalisme di Indonesia.
Kapitalisme
yang terus bertumbuh di Indonesia ini, tidak lepas dari pengaruh kolonialisme
Belanda. Kedatangan VOC sampai pada masa diberlakukannya sistem tanam paksa
merupakan akar dari kapitalisme di Indonesia. Kekejaman sistem tanam paksa yang
dilakukan Belanda merupakan bentuk dari praktik kapitalisme, yakni Belanda yang
memeras kekayaan pribumi demi memenuhi kepentingan pemeritahannya pada saat
itu. Keadaan yang demikian disebut sebagai politik perampok bangsa Belanda.
Politik tersebut pula yang kemudian memusnahkan benih-benih industri bumiputera
modern (Malaka, 2008: 49). Setelah sistem tanam paksa dihapuskan dan setelah
kemerdekaan, kapitalisme di Indonesia berkembang dengan bentuk imperialisme
baru. Modal-modal asing mulai masuk ke Indonesia pada masa Orde Baru, yang
setelah beberapa waktu menimbulkan kesenjangan antara masyarakat yang memiliki
modal dengan yang tidak memiliki modal. Meskipun perkembangan pembangunan dan
ekonomi Indonesia semakin maju, banyak dampak negatif yang bahkan dapat
dirasakan sampai sekarang. Di antaranya kesenjangan kelas-kelas sosial dan efek
penyelewengan yang dilakukan oleh Soeharto. Banyaknya modal yang masuk membuat
Soeharto memakai uang tersebut bukan lagi untuk rakyat melainkan untuk
kepentingannya sendiri. Pemikiran kolonialisme yang hanya menguntungkan
pihak-pihak tertentu dan memiskinkan pihak-pihak yang lain mencerminkan
dipengaruhinya kapitalisme Indonesia oleh kolonialisme Belanda.
Sampai saat ini, kapitalisme masih terus berkembang di Indonesia. Kekayaan
sumber daya Indonesia masih dieksploitasi oleh negara-negara lain. Selain itu,
terdapat banyak fenomena yang menggambarkan bahwa kapitalisme masih eksis di
Indonesia, di antaranya banyak pemilik modal yang mengeruk kekayaan untuk
kepentingannya sendiri sehingga menyebabkan kesenjangan yang semakin besar
antara kelas-kelas sosial yang ada. Penulis menyimpulkan bahwa pada awalnya,
struktur kapital di Indonesia masih prematur atau rentan. Seiring berjalannya
waktu, serta dengan pengaruh yang datang dari luar maupun dalam Indonesia,
kapitalisme terus berkembang, bahkan sampai saat ini. Salah satu faktor yang
memengaruhi berkembangnya pemikiran dan praktik kapitalisme adalah ‘contoh’
yang dapat kita lihat pada masa penjajahan Belanda. Menurut penulis,
perkembangan kapitalisme pada zaman modern ini juga terjadi karena pengaruh
neoliberalisme yang semakin kuat. Gencarnya pasar bebas dan masalah Freeport
adalah beberapa contoh semakin berkuasanya modal asing di Indonesia.
4.
Pendapat
Kontra akan Kapitalisme.
Kapitalisme
telah menjadi suatu kekuatan yang benar-benar revolusioner. Kapitalisme
menciptakan masyarakat global; memperkenalkan peruabahan teknologi yang tak
kenal henti; menggulingkan dunia tradisional, akan tetapi menurut Marx,
sekarang kapitalisme harus digulingkan. Hukum kapitalisme telah berakhir dan
sekarang saatnya komunisme harus dimulai. Dari perspektif inilah Marx
meengkritisi kapitalisme, dari potensi-potensinya di masa depan. Pertentangan
terhadap sistem kapitalisme telah banyak dilontarkan oleh tokoh-tokoh sosialis
yang mengkritik dari berbagai sisi yang kemudian mereka menawarkan sebuah
sistem ekonomi yang mampu memberi apa yang tidak mampu dilakukan oleh sistem
kapitalisme, yaitu sistem sosialisme. Kemudian, kedua sistem – selain Islam –
inilah yang banyak memberi warna kepada dunia ekonomi modern serta merupakan
aliran yang ekstrim dalam perkembangan ilmu ekonomi. Tetapi baru-baru ini
muncul sistem ekonomi yang sebenarnya sudah digagas dan dipraktikkan sejak abad
7 Masehi, tahun dimana Islam juga sedang berkembang. Namun ummat Islam mulai
serius menggali kembali khazanah ilmu ekonomi Islam pada beberapa tahun
terakhir.
DAFTAR PUSTAKA
Malaka, Tan, 2008. “Kapitalisme
Indonesia”, dalam Aksi Massa. Yogyakarta: Penerbit Narasi.
Pusat Penelitian Politik, 2009.
Seminar Intern: Kapitalisme Modern: Antara Shareholder Capitalism dan
Stakeholder Capitalism [online], dalam
http://www.politik.lipi.go.id/in/kegiatan/215-seminar-intern-kapitalisme-modern-antara-shareholder-capitalism-dan-stakeholder-capitalism-antara-kapitalisme-pemegang-saham-dan-kapitalisme-pemangku-kepentingan-.html
[diakses pada 7 Oktober 2014)
1 Komentar:
A Vegas Casino to Offer Crypto For Money, Cash or Real
A Vegas 전라북도 출장마사지 Casino to 춘천 출장샵 Offer Crypto For Money, Cash or Real Time Gaming is one of 포항 출장안마 the online 공주 출장안마 casinos that offers cryptocurrency for 평택 출장안마 real money.
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda