Imperialisme
IMPERIALISME
(KONTRA)
(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah SejarahIntelektual)
Oleh:
RIDHO R PUTRA
Kelas B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2014
PENGERTIAN
IMPERIALISME.
Istilah imperialisme yang diperkenalkan di Perancis
pada tahun 1830-an, imperium Napoleon Bonaparte. Pada tahun 1830-an, istilah
ini diperkenalkan oleh penulis Inggris untuk menerangkan dasar-dasar perluasan
kekuasaan yang dilakukan oleh Kerajaan Inggris. Orang Inggris menganggap
merekalah yang paling berkuasa (Greater Britain) karena mereka telah
banyak menguasai dan menjajah di wilayah Asia dan Afrika. Mereka menganggap
bahwa penjajahan bertujuan untuk membangun masyarakat yang dijajah yang dinilai
masih terbelakang dan untuk kebaikan dunia.
Imperialisme merujuk pada sistem pemerintahan serta
hubungan ekonomi dan politik negara-negara kaya dan berkuasa , mengawal dan
menguasai negara - negara lain yang dianggap terbelakang dan miskin dengan
tujuan mengeksploitasi sumber-sumber yang ada di negara tersebut untuk menambah
kekayaan dan kekuasaan negara penjajahnya. Imperialisme menonjolkan sifat-sifat
keunggulan (hegemony) oleh satu bangsa atas bangsa lain. Tujuan utama imperialisme
adalah menambah hasil ekonomi. Negara-negara imperialis ingin memperoleh
keuntungan dari negeri yang mereka kuasai karena sumber ekonomi negara mereka
tidak mencukupi. Selain faktor ekonomi, terdapat satu kepercayaan bahwa sebuah
bangsa lebih mulia atau lebih baik dari bangsa lain yang dikenal sebagai ethnosentrism,
contoh bangsa Jerman (Arya) dan Italia. Faktor lain yang menyumbang pada dasar
imperialisme adalah adanya perasaan ingin mencapai taraf sebagai bangsa yang
besar dan memerintah dunia, misalnya dasar imperialisme Jepang.
Dasar imperialisme awalnya bertujuan untuk
menyebarkan ide-ide dan kebuadayaan Barat ke seluruh dunia. Oleh karena itulah,
imperialisme bukan hanya dilihat sebagai penindasan terhadap tanah jajahan
tetapi sebaliknya dapat menjadi 3 faktor pendorong pembaharuan-pembaharuan yang
dapat menyumbang kearah pembinaan sebuah bangsa seperti pendidikan, kesehatan,
perundang-undangan dan sistem pemerintahan.
Sarjana Barat membagi imperialisme dalam dua
kategori yaitu imperialism kuno dan imperialisme modern. Imperialisme kuno
adalah negara-negara yang berhasil menaklukan atau menguasai negara-negara
lain, atau yang mempunyai suatu imperium seperti imperium Romawi, Turki Usmani,
dan China, termasuk Spanyol, Portugis, Belanda, Inggris dan Perancis yang
memperoleh jajahan di Asia, Amerika dan Afrika sebelum 1870, tujuan
imperialisme kuno adalah selain faktor ekonomi (menguasai daerah yang kaya
dengan sumber daya alam) juga termasuk didalamnya tercakup faktor agama dan
kajayaan .
Sedangkan Imperialisme modern bermula setelah
Revolusi Industri di Inggris tahun 1870-an. Hal yang menjadi faktor
pendorongnya adalah adanya kelebihan modal dan Barang di negara-negara Barat.
Selepas tahun 1870 – an, negara - negara Eropa berlomba-lomba mencari daerah jajahan
di wilayah Asia, Amerika dan Afrika. Mereka mencari wilayah jajahan sebagai
wilayah penyuplai bahan baku dan juga sebagai daerah pemasaran hasil industri
mereka. Dasar Imperialisme ini dilaksanakan demi agama, mereka menganggap bahwa
menjadi tugas suci agama untuk menyelamatkan manusia dari segala macam
penindasan dan ketidakadilan terutama di negara-negara yang dianggap
terbelakang seperti para misionaris Kristen yang menganggap misi penyelamat ini
sebagai The White Man Burden. Diantara
faktor-faktor yang melatarbelakangi munculnya imperialisme adalah faktor
politik dan ekonomi.
Imperialisme
Kuno (Ancient Imperialism). Inti dari
imperialisme kuno adalah semboyan gold, gospel, and glory (penyebaran agama,
kekayaan dan kejayaan). Suatu negara merebut negara lain untuk
menyebarkan agama, mendapatkan kekayaan dan menambah kejayaannya. Imperialisme
ini berlangsung sebelum revolusi industri dan dipelopori oleh Spanyol dan
Portugal.
Imperialisme
Modern (Modern Imperialism). Inti dari
imperialisme modern ialah kemajuan ekonomi.
Imperialisme modern timbul sesudah revolusi industri. Industri besar-besaran (akibat revolusi
industri) membutuhkan bahan mentah yang banyak dan pasar yang luas. Mereka
mencari jajahan untuk dijadikan sumber bahan mentah dan pasar bagi hasil-hasil
industri, kemudian juga sebgai tempat penanaman modal bagi kapital
surplus.
Pembagian imperialisme dalam imperialisme kuno dan imperialisme modern ini didasakan pada soal untuk apa si imperialis merebut orang lain.
Pembagian imperialisme dalam imperialisme kuno dan imperialisme modern ini didasakan pada soal untuk apa si imperialis merebut orang lain.
Jika
mendasarkan pendangan kita pada sektor apa yang ingin direbut si imperialis,
maka kita akan mendapatkan pembagian macam imperialisme yang lain, yaitu:
Imperialisme
Politik. Si imperialis hendak mengusai segala-galnya dari suatu negara lain. Negara
yang direbutnya itu merupakan jajahan dalam arti yang sesungguhnya. Bentuk
imperialisme politik ini tidak umum ditemui di zaman modern karena pada zaman
modern oaham nasionalisme sudah berkembang. Imperialisme politik ini biasanya
bersembunyi dalam bentuk protectorate dan mandate.
Imperialisme
Ekonomi. Si imperialis hendak menguasai hanya ekonominya saja dari suatu negara
lain. Jika sesuatu negara tidak mungkin dapat dikuasai dengan jalan
imperialisme politik, maka negara itu masih dapat dikuasai juga jika ekonomi
negara itu dapat dikuasai si imperialis. Imperialisme ekonomi inilah yang
sekarang sangat disukai oleh negara-negara imperialis untuk menggantikan
imperialisme politik.
Imperialisme
Kebudayaan. Si imperialis hendak menguasai jiwa (de geest, the mind)
dari suatu negara lain. Dalam kebudayaan terletak jiwa dari suatu bangsa. Jika
kebudayaannya dapat diubah, berubahlah jiwa dari bangsa itu. Si imperialis
hendak melenyapkan kebudayaan dari suatu bangsa dan menggantikannya dengan
kebudayaan si imperialis, hingga jiwa bangsa jajahan itu menjadi sama atau
menjadi satu dengan jiwa si penjajah. Menguasai jiwa suatu bangsa berarti
mengusai segala-galnya dari bangsa itu. Imperialisme kebudayaan ini adalah
imperialisme yang sangat berbahaya, karena masuknya gampang, tidak terasa oleh
yang akan dijajah dan jika berhasil sukar sekali bangsa yang dijajah dapat
membebaskan diri kembali, bahkan mungkin tidak sanggup lagi membebaskan diri.
Imperialisme
Militer (Military Imperialism). Si imperialis hendak menguasai
kedudukan militer dari suatu negara. Ini dijalankan untuk menjamin keselamatan
si imperialis untuk kepentingan agresif atau ekonomi. Tidak perlu seluruh
negara diduduki sebagai jajahan, cukup jika tempat-tempat yang strategis dari
suatu negara berarti menguasai pula seluruh negara dengan ancaman militer.
Keinginan
untuk menjadi jaya, menjadi bangsa yang terbesar di seluruh dunia (ambition,
eerzucht). Tiap bangsa ingin menjadi jaya. Tetapi sampai dimanakah batas-batas
kejayaan itu ? Jika suatu bangsa tidak dapat mengendalikan keinginan ini, mudah
bangsa itu menjadi bangsa imperialis. Karena itu dapat dikatakan, bahwa tiap
bangsa itu mengandung benih imperialisme.
Perasaan sesuatu bangsa, bahwa bangsa itu adalah bangsa istimewa di dunia ini (racial superiority). Tiap bangsa mempunyai harga diri. Jika harga diri ini menebal, mudah menjadi kecongkakan untuk kemudian menimbulakan anggapan, bahwa merekalah bangsa teristimewa di dunia ini, dan berhak menguasai, atau mengatur atau memimpin bangsa-bangsa lainnya.
Hasrat untuk menyebarkan agama atau ideologi dapat menimbulkan imperialisme. Tujuannya bukan imperialisme, tetapi agama atau ideologi. Imperialisme di sini dapat timbul sebagai "bij-product" saja. Tetapi jika penyebaran agama itu didukung oleh pemerintah negara, maka sering tujuan pertama terdesak dan merosot menjadi alasan untuk membenarkan tindakan imperialisme.
Perasaan sesuatu bangsa, bahwa bangsa itu adalah bangsa istimewa di dunia ini (racial superiority). Tiap bangsa mempunyai harga diri. Jika harga diri ini menebal, mudah menjadi kecongkakan untuk kemudian menimbulakan anggapan, bahwa merekalah bangsa teristimewa di dunia ini, dan berhak menguasai, atau mengatur atau memimpin bangsa-bangsa lainnya.
Hasrat untuk menyebarkan agama atau ideologi dapat menimbulkan imperialisme. Tujuannya bukan imperialisme, tetapi agama atau ideologi. Imperialisme di sini dapat timbul sebagai "bij-product" saja. Tetapi jika penyebaran agama itu didukung oleh pemerintah negara, maka sering tujuan pertama terdesak dan merosot menjadi alasan untuk membenarkan tindakan imperialisme.
Letak suatu negara yang diangap
geografis tidak menguntungkan. Perbatasan suatu negara mempunyai arti yang
sangat penting bagi politik negara. Dari berbagai penyebab imperialisme, maka sebab-sebab
ekonomi inilah yang merupakan sebab yang terpenting dari timbulnya
imperialisme, teistimewa imperialisme modern. Keinginan untuk mendapatkan
kekayaan dari suatu Negara. Ingin ikut dalam perdagangan dunia dan ingin
menguasai perdagangan Keinginan untuk
menjamin suburnya industri ang memungkinkan untuk dirinya sendiri.
PERKEMBANGAN
IMPERIALISME DI ASIA DAN INDONESIA.
Di
zaman perekonomian Asia yang telah maju, perekonomian Eropa justru masih
tertinggal jauh. Pusat perkembangan ekonomi dan politik dunia dalam abad ke-14
– 15 adalah dunia Islam, khususnya imperium Turki Usmani (Ottoman) yang telah
menguasai wilayah-wilayah strategis yang semula dikuasai oleh Romawi-Byzantium.
Penguasaan atas wilayah-wilayah itu sekaligus telah menyekat jalur perdagangan
dari Timur ke Barat yang mengakibatkan barang-barang dagangan dari Timur
seperti rempah-remapah menjadi langka dan harganya melambung tinggi.
Meskipun
harganya relatif tinggi ternyata minat masyarakat Eropa waktu itu terhadap
komoditi itu tidak menurun, bahkan cenderung meningkat. Oleh karena itu maka
para penguasa dan pengusaha atau pedagang Eropa berupaya mencari jalan alternatif
ke daerah penghasil komoditi tersebut. Meningkatnya permintaan baik dari Eropa
maupun dari tempat lainnya seperti India secara tidak lengsung telah mendorong
para produsen di kepulauan Nusantara, khususnya kepulauan Maluku memperluas
tanaman ekspornya, terutama pala dan cengkeh. Selain adanya perluasan seperti
pala dan cengkeh, juga di beberapa pulau, seperti di Sumatera dikembangkan pula
komoditi lain yang juga sangat diminati orang-orang Eropa, yaitu lada. Walaupun
harganya hanya separuh rempah-rempah, namun waktu itu lada sudah termasuk
komoditi ekspor yang penting dari wilayah Nusantara, bahkan Asia Tenggara.
Menurut beberapa sumber, tanaman ini mulanya merupakan barang dagangan dari
Kerala, pantai Malabar di India barat daya, yang dikenal oleh orang-orang Arab
dan Eropa sebagai ¡§negeri lada¡¨. Sejak kapan lada dibumidayakan oleh penduduk
Sumatera tidak begitu jelas.
Sejak
runtuhnya Sriwijaya, kota pelabuhan terbesar yang patut disebut sebuah emporium
adalah Malaka. Kota pelabuhan yang sekaligus menyandang nama kerajaan itu
muncul pada ke-15 M. Kemunculannya sekaligus menggeser kedudukan Pasai dalam
dunia perdagangan internasional. Secara geografis letak Malaka cukup strategis
dan lebih menguntungkan dibandingkan Pasai. Pendiri Malaka, yaitu Parameswara
menyadari pentingnya jaminan keamanan bagi negerinya yang kehidupan ekonominya
lebih banyak bertumpu pada perdagangan daripada pertanian. Agar kotanya tetap
ramai, penguasa Malaka berusaha mengamankan jalur-jalur perdagangannya dari
para bajak laut atau lanun yang berkeliaran di sekitar Selat Malaka. Di samping
itu penguasa Malaka berupaya menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan
sekitarnya, terutama Majapahit (Jawa), Siam dan Cina.
Malaka
juga mengirimkan ekspedisi militernya ke negeri-negeri yang dianggapnya penting
untuk dikuasai karena menghasilkan barang-barang yang sangat dibutuhkan Malaka.
Misalnya Kampar di pantai timur Sumatera ditaklukannya karena daerah ini
merupakan penghasil lada dan merupakan pintu keluarnya emas dari daerah
pedalaman Minangkabau. Kemudian Siak juga ditaklukan dan dikuasainya karena
menghasilkan emas.
Keberhasilan
Parameswara menjalankan kebijakan politiknya, ditambah dengan perbaikan sistem
pergudangan dan perbengkelan kapal (doking), membuat kota Malaka berkembang
menjadi sebuah emporium terbesar di Asia Tenggara. Apalagi setelah penguasa
Malaka menjadi Islam pada tahun 1414, telah mendorong semakin banyak pedagang
Islam dari Arab dan India yang nota bene menguasai jalur perdagangan dari Asia
ke Timur Tengah, melakukan kegiatan bisnis-perdagangan di kota ini.
Menurut
Tome Pires, penulis Portugis, kebijakan yang ditempuh para raja Malaka adalah
menumbuhkan sistem birokrasi yang dapat memenuhi tugasnya dalam mengatur
perekonomian Malaka. Salah satu jabatan yang erat kaitannya dengan perdagangan
di pelabuhan adalah Syahbandar. Di Malaka waktu itu ada empat orang syahbandar
yang dipilih sendiri oleh para pedagang asing dari berbagai kelompok bangsa
untuk mengurusi kepentingan niaga mereka. Pertama, syahbandar yang mengurusi
para pedagang Gujarat; kedua, syahbandar yang mengurusi para pedagang Keling,
Bengali, Pegu, dan penduduk Pasai; ketiga, syahbandar yang menjaga kepentingan
para pedagang Jawa, Maluku, Banda, Palembang, Kalimantan, dan Filipina (Sulu
dan Mangindanau); dan keempat adalah syahbandar yang menjaga dan mewakili para
pedagang Cina dan kepulauan Liu-Kiu. Kedudukan Malaka seperti inilah yang mendorong
Portugis berusaha menguasainya.
Bangsa
Portugis telah mendengar informasi tentang kota Malaka dengan segala kekayaan
dan kebesarannya itu dari pedagang-pedagang Asia. Atas dasar informs itu Raja
Portugal mengutus Diogo Lopes de Sequeira untuk menemukan kota tersebut,
menjalin hubungan persahabatan dengan penguasanya dan menetap disana sebagai
wakil raja Portugal. Awalnya Sequeira disambut dengan senang hati oleh Sultan
Mahmud Syah (1488-1528). Sikap Sultan kemudian berubah setelah komunitas dagang
Islam internasional yang ada di bandar itu meyakinkannya bahwa Portugis
merupakan suatu ancaman berat baginya. Oleh karena itu Sultan berusaha menangkap
Sequeira dan anak buahnya. Empat kapal Portugis yang sedang berlabuh berusaha
dirusak oleh pihak Sultan, namun gagal karena para kaptennya telah berhasil
membaya kapal-kapal itu berlayar ke laut lepas. Penyerangan terhadap Portugis
juga terjadi di tempat lainnya di barat. Dengan adanya kejadian seperti itu Portugis
yakin bahwa untuk menguasi perdagangan hanyalah dengan cara penaklukan,
sekaligus mengokohkan eksistensinya dalam dunia perdagangan Asia.
Afonso
de Albuquerque, panglima Portugis yang mendapat tugas untuk merebut Malaka
dengan satu perhitungan jika Malaka dapat dikuasai maka seluruh perdagangan merica
di Asia akan menjadi milik Portugis. Sebelum sampai ke Malaka, Portugis telah
menguasai Hormuz dan Sokotra disekitar Teluk Persia dan Goa di pantai barat
India yang kemudian dijadikan pangkalan tetap Portugis. Pada bulan April 1511,
Albuquerque berlayar dari Goa menuju Malaka dengan membawa armada Portugis yang
berkekuatan 1200 orang dan delapan belas buah kapal perang. Perang terjadi
secara sporadis sepanjang bulan Juli dan awal bulan Agustus, yang akhirnya
dimenangkan oleh Portugis.
Di
satu pihak jatuhnya Byzantium ke tangan Turki Usmani telah menyebabkan komoditi
dari Asia Timur dan Asia Tenggara di Eropa langka dan kalaupun ada harganya
sangat mahal. Namun di pihak lainnya peristiwa itu berdampak positif karena
telah mendorong meningkatnya ilmu pengetahuan di dunia Barat. Hal ini karena
banyak ahli budaya-teknologi dari Byzantium yang lari ke Barat berhasil
menularkan pengetahuannya di sana. Di Portugal misalnya, pengetahuan geografis
dan astronominya meningkat semakin baik, sehingga orang-orang Portugis berhasil
menjadi mualim-mualim kapal yang mahir dan tangguh.
Kepandaian
ini kemudian dipadukan dengan berkembangnya teknologi perkapalannya mulai dari
penemuan sistem layar segitiga dengan temali-temali persegi, serta kontruksi
kapal yang semakin baik sehingga kapal-kapal mereka lebih mudah digerakkan dan
lebih layak dipakai untuk pelayaran samudra. Demikian pula teknologi
persenjataan mereka berkembang sehingga mampu menciptakan meriam – meriam yang
dapat ditempatkan di atas kapal-kapal mereka. Kapal-kapal perangnya lebih
menyerupai panggung meriam di lautan daripada istana terapung bagi para pemanah
atau geladak balista (alat pelontar) seperti pada kapal-kapal Romawi pada masa
Julius Caesar dan Oktavianus Agustus. Penemuan-penemuan teknologi itulah yang
kemudian mendorong mereka untuk mencari jalur baru ke India (dalam mitos masyarakat
Eropa waktu itu, rempah-rempah berasal dari India, sehingga mereka berlayar ke
timur termasuk ke benua Amerika, adalah untuk mencari India).
Pada
tahun 1478, Bartolomeu Diaz sampai ke Tanjung Harapan di ujung selatan Benua
Afrika. Kemudian pada tahun 1497 armada pimpinan Vasco da Gama sampai ke India.
Pengalaman di India ini telah menyadarkan orang-orang Portugis bahwa
barang-barang perdagangan mereka tidak dapat bersaing di pasaran India yang
canggih dengan hasil-hasil yang mengalir melalui jaringan perdagangan Asia. Oleh
karena itulah semboyan ¡§God ¡VGold ¡V Glory¡¨ bagi mereka menjadi relevan, karena
tidak ada cara lain untuk menguasai perdagangan Asia selain melalui peperangan
dan menjadikan daerah-daerah penghasil komoditi itu sebagai koloni.
Setelah
Portugis berhasil menguasai Malaka, mereka menemukan kenyataan yang di luar
perkiraannya. Kota pelabuhan itu bagaikan ayam dalam dongeng ¡ayam bertelor
emas¡¨ yang cukup terkenal di kalangan masyarakat Melayu. Seekor ayam yang
setiap hari bertelor satu butir telor emas, yang kemudian disembelih oleh pemiliknya
karena tidak sabar menunggu dan ingin segera mendapatkan telur-telur emas itu.
Ternyata dalam tubuh ayam itu tidak ada telor emas. Portugis menemukan suatu
kenyataan bahwa Malaka bukanlah produsen dari semua komoditi ekspor (khususnya
merica) yang dicari-cari oleh para pedagang Barat.
Kebesaran
Malaka adalah karena peranannya sebagai emporium, pelabuhan transit bagi para
pedagang Asia. Dengan diterapkannya politik monopoli serta upaya kristenisasi
oleh Portugis, peranan yang disebutkan terakhir justru terganggu. Para
perdagangan Asia, khususnya pedagang Islam merasa tidak nyaman lagi berdagang
di kota tersebut.
Umumnya
mereka berupaya menghindari kota emporium itu dan mencari jalan alternatif guna
mencapai tempat-tempat atau pelabuhan-pelabuhan lain yang diduga dapat memenuhi
kebutuhan dagangnya. Jalur perdagangan di Asia Tenggara pun berubah, tidak lagi
melalui Malaka tetapi melalui pantai barat Sumatera, lalu masuk selat Sunda
untuk selanjutnya menelusuri pantai utara Jawa menuju kepulauan Indonesia
bagian Timur yang menghasilkan banyak rempah-rempah. Di jalur perdagangan baru
itu umbuh pusat - pusat perdagangan baru, seperti Aceh, Banten, Semarang,
Jepara dan Surabaya.
Sementara
itu Malaka yang dihindari oleh para pegadang Islam kedudukannya semakin merosot
dan tidak pernah meraih kembali kejayaan dan kebesarannya. Portugis sendiri
akhirnya menyadari bahwa pentingnya Malaka adalah peranannya sebagai pelabuhan
emporium, pelabuhan transito. Guna mempertahankan fungsinya itu, kapal-kapal
Portugis belayar ke Maluku untuk mengambil komoditi tersebut. Pada waktu itu di
Maluku ada dua kesultanan Islam yang besar dalam kondisi sedang menurun dalam
kekuasaan politiknya dan saling bermusuhan satu sama lain, yaitu Ternate dan
Tidore.
Selain
ke Maluku Portugis berusaha menjalin hubungan diplomatik dengan Pajajaran, satu
kerajaan Hindu di Jawa Barat yang kedudukan politiknya juga sedang menurun.
Namun kerjasama dengan kerajaan ini tidak sempat terwujud karena Pajajaran
tenggelam oleh kekuatan Islam Demak - Banten. Kenyataan ini telah memaksa
Portugis untuk meninggalkan politik anti Islamnya (Perang Salib), dan berusaha
mencari mitra kerja atau sekutu dagang dari kalangan Islam. Sebab :
1. Portugis
harus menerima kenyataan bahwa kerajaankerajaan di sekitarnya adalah Islam, dan
2. Perdagangan
Islam di Asia Tenggara sampai Timur Tengah cukup dominani.
Dibandingkan
dengan Belanda (Ekspedisi pertama Balanda di bawah pimpinan Cornellis de
Houtman tiba di Banten tahun 1596) dan Inggris (ekspedisi pertama Inggris di
bawah pimpinan Sir Francis Drake yang singgah di Ternate, Sulawesi dan Jawa
diakhir tahun 1579) yang baru datang ke wilayah ini menjelang akhir abad ke-16,
maka organisasi perdagangan Portugis memang kelihatan kuno dan kurang efisien.
Organisasi dagang yang dibentuk para pedagang dan penguasa Belanda, yaitu
Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) mempunyai tujuan utama yang jelas, yaitu
dagang. Ketegasan itu antara lain tercermin dari khirarkhi VOC itu sendiri.
Jabatan ¡§Eerste Koopman¡¨ misalnya, dalam hirarkhi VOC merupakan jabatan
penting dan strategis. Pada zaman kejayaannya, hampir semua mantan pejabat
¡§Eerste Koopman¡¨ menjadi gubernur jenderal.
Dalam
menanamkan pengaruhnya di Nusantara, baik Portugis maupun Belanda banyak
mempergunakan pola-pola konflik setempat. Disamping itu mereka juga membawa
konflik-konflik mereka di Eropa ke wilayah ini, yang kemudian juga dipergunakan
oleh kerajaan-kerajaan di Indonesia. Sejak berdirinya, VOC sudah mempersiapkan
diri untuk peperangan, terutama melawan musuh-musuhnya di Eropa. Pertama
melawan Portugis dan Spanyol, setelah itu EIC (Inggris).
Permusuhan
antar kekuatan Barat ini tidak saja karena pada dasarnya telah bermusuhan di
Eropa, melainkan juga karena persaingan dagang di kepulauan Indonesia dan
Semenanjung Melayu, di mana tiap-tiap pihak ingin memperoleh monopoli atas
perdagangan tersebut.
Jatuhnya
kota Malaka ke tangan Portugis, menyebabkan kota-kota lama dipesisir utara Jawa
seperti Sunda Kalapa, Cirebon, Jepara, Pati, Kudus, Tuban, Gresik dan Surabaya,
ramai dikunjungi para pedagang manca negara. Bahkan di beberapa daerah tumbuh
pula kota dagang baru, antara lain Banten. Para penguasa di Jawa melihat
Portugis sebagai saingan dan ganjalan dalam perdagangan mereka. Jepara
misalnya, melihat Portugis sebagai saingan utama dalam perdagangan lada yang
kedua-duanya mengambil barang dagangan itu dari Maluku.
Kemudian
Demak sebagai pengekspor beras ke Malaka, menjadi rugi setelah kota tersebut
jatuh ke tangan Portugis. Faktor-faktor inilah dan juga isu-isu perang agama yang
mendorong Demak, Jepara dan Kudus bersatu untuk menyerang Malaka. Ekspedisi
penyerangan dilakukan pada tahun 1513 di bawah Pati Unus. Konon ekspedisi ini
terdiri dari 100 buah kapal perang serta membawa 5000 prajurit gabungan dari
Jepara dan Palembang.. Namun ekspedisi itu dapat dikalahkan oleh Portugis.
Kemudian pada tahun 1551 Jepara kembali mengirimkan ekspedisinya membantu Johor
untuk menyerang Malaka Portugis yang juga berakhir dengan kegagalan. Pada tahun
1574 Jepara sekali lagi mengirimkan ekspedisinya mengepunga Malaka Portugis
selama tiga bula. Namun juga tidak berhasil melumpuhkan kekuatan Portugis di
kota pelabuhan itu.
Pada
masa Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC), gubernur jenderal merupakan
penguasa tertinggi di Hindia. Ia mempunyai kekuasaan yang nyaris tak terbatas
seperti halnya seorang raja absolut karena tidak ada undang-undang yang khusus
mengatur hak-hak dan kewajibannya. Demikian pula dengan struktur pemerintahannya
di Asia, khususnya Hindia Timur juga tidak ditentukan. Salah satu pasal yang
penting dari oktroi VOC adalah hak monopolinya, sehingga dengan haknya itu VOC
merupakan satu-satunya badan dari Belanda yang boleh mengirimkan kapal-kapal ke
daerah sebelah timur Tanjung Harapan.
Dalam
melaksanakan pemerintahannya, gubernur jenderal didampingi oleh Raad van Indie
(dalam prinsipnya terdiri atas enam orang anggota dan dua anggota luar biasa, di
mana gubernur jenderal merangkap sebagai ketua). Laporan-laporan mengenai
aktivitas VOC secara berkala dikirimkan ke dewan Heeren XVII, yang merupakan
pimpinan pusat VOC yang berkedudukan di Amsterdam. Dalam menangani wilayah
kekuasaannya, VOC lebih banyak melakukannya melalui pemerintahan tidak
langsung. Hanya daerah-daerah tertentu saja, seperti Batavia, yang diperintah
secara langsung oleh VOC. Dalam sistem seperti ini, kaum pribumi nyaris tidak
terlibat dalam struktur kepegawaian VOC. Meskipun kaum elit pribumi terlibat
dalam pemerintahan, tetapi status mereka bukan pegawai VOC dan tidak digaji
secara tetap oleh kongsi dagang tersebut. Para elit pribumi lebih banyak diperlakukan
sebagai mitra kerja demi kepentingan VOC. Hal ini terlihat jelas di daerah-daerah
yang diperintah secara tidak langsung. Di daerah semacam itu, VOC membiarkan
struktur lama (tradisional) tetap berdiri. Melalui para elit tradisional inilah
kepentingan VOC disalurkan, antara lain dalam hal penarikan-penarikan wajib hasil
produksi serta pajak-pajak yang dikenal dengan sistem leverantie
dancontingenten (leveransi dan kontingensi).
Pemerintahan
Daendels. Seperti telah disebutkan sebelumnya, sebenarnya VOC sudah tidak ada
sejak tahun 1796. Akan tetapi, baru pada tanggal 1 Januari 1800¡X setelah masa
berlaku oktroi-nya berakhir¡Xpembubaran VOC secara resmi diumumkan. Berkenaan
dengan hal itu, semua utang-piutang kongsi dagang itu menjadi tanggung jawab
pemerintah Belanda. Demikian pula dengan daerah kekuasaannya.
Peralihan
kekuasaan dari VOC ke pemerintah Belanda sendiri tidak membawa dampak yang
cukup berarti bagi wilayah Hindia Timur. Hal ini antara lain karena di Negeri
Belanda sendiri masih terjadi kekacauan setelah Napoleon Bonaparte dari Prancis
menyingkirkan Raja Willem van Oranje dan mendudukkan saudaranya, Louis
Napoleon, sebagai raja baru Belanda. Dalam masa perlihan ini, pemerintah
Belanda yang baru belum memperhatikan daerah koloninya sehingga para pejabat di
wilayah Hindia Timur masih dipegang orang-orang lama. Akan tetapi, para pejabat
Belanda di Hindia sendiri dilanda kebimbangan setelah adanya surat edaran dari
Raja Willem yang meminta agar wilayah Hindia diserahkan kepada Inggris.
Akibatnya, mereka bingung untuk memilih menuruti perintah Raja Belanda yang
baru (Louis Napoleon) atau raja Belanda yang lama (Raja Willem).
Kedatangan
pasukan Jepang di Indonesia, pada umumnya disambut oleh masyarakat Indonesia
sebagai pahlawan pembebas daripada sebagai pasukan agresor. Bahkan di beberapa
tempat di luar Jawa, tidak sedikit kalang nasionalis pribumi yang membentuk
perlawanan terhadap Belanda menjelang datangnya serangan Jepang. Di Aceh
misalnya, para ulama Islam Aceh yang tergabung dalam Persatuan Ulama – ulama
Seluruh Aceh (PUSA-dibentuk tahun 1939) di bawah pimpinan Tengku Mohammad Daud
Beureu¡¦eh (1899-1987) telah menghubungi Jepang untuk membantu serangan Jepang
terhadap Belanda. Di Minangkabau, para ulama secara tidak langsung juga
membantu pihak Jepang dan berharap dapat menyaksikan terdepaknya para penghulu
dari kekuasaannya.
Sebagai
balasannya, pada awal kekuasaannya, pemerintah Jepang banyak memberikan
keleluasaan kepada kaum pribumi, seperti mengibarkan bendera merah putih,
menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan mengambil alih tanah-tanah perkebunan
milik pengusaha Belanda. Sedangkan untuk memusnahkan pengaruh Barat, Jepang
melarang pemakaian bahasa Belanda dan bahasa Inggris, serta berupaya memajukan
pengajaran bahasa Jepang. Selain itu, kalender Jepang juga diberlakukan
menggantikan kalender Masehi.
Akan
tetapi dalam situasi peperangan, Jepang harus memilih prioritas – prioritas tertentu.
Mereka cepat melakukan reorganisasi pemerintahan setempat dan memadamkan
benih-benih revolusi yang mucul di beberapa daerah seiring dengan runtuhnya
Hindia Belanda. Dalam menjalankan roda pemerintahan, Jepang terpaksa harus
bersandar kepada para ambtenar dari masa kolonial Belanda seperti; uleebalang,
di Aceh, penghulu di Sumatera Barat, para raja di Sumatera Timur, dan kaum
priyayi di pulau Jawa. Sebagai catatan, Jepang telah membentuk tiga tentara
wilayah, satu untuk Birma (Myanmar), dua untuk Indonesia dan Malaya. Tentara
ke-14 di Filipina dan Tentara Garnisun di Muangthai langsung di bawah Panglima
Tentara Selatan.
PENDAPAT KONTRA IMPERIALISME.
Kalau kata – kata tidak bisa lagi menyehatkan
pikiran yang keblinger,
mungkin senjata bisa melakukannya (Soekarno).
Mungkin itu adalah ungkapan
kemarahan Bung Karno terhadap kelompok reaksioner yang selalu menghambat proses
penuntasan revolusi Indonesia, yang menurutnya Revolusi kita belum selesai.
Siapa yang tidak mengenal keberanian dan radikalisme salah satu pemimpin dunia
yang paling disegani pada saat itu, berkali-kali pidatonya baik di panggung
politik nasional maupun internasional (seperti Sidang Umum PBB) selalu dengan
garang mengecam Imperialisme dan Neokolonialisme. Karena keteguhan dan
keberaniannya itulah, pemimpin-pemimpin dari Asia-Afrika sangat kagum dengan
Soekarno bahkan beberapa tahun setelah kejatuhannya mahasiswa-mahasiswa dari
Afrika masih membawa buku-buku dan Biografi Soekarno dalam Pertemuan mahasiswa
anti imperialis Internasional (Catatan Perjalanan sebulan Gie di AS). Namun,
dibalik kharismanya yang gilang gemilang tersebut, beberapa tokoh intelektual
kanan Belanda justru berpendapat negatif terhadap Soekarno sebagai seorang
“Quisling” yang menjual bangsanya kepada Jepang. Tetapi tuduhan ini kehilangan
pengaruh, ketika sampai sekarang orang semakin mengeluh-eluhkan sosok Soekarno,
Pemimpin yang teguh melawan penjajahan asing.
Pemikiran radikal – progresif Soekarno sudah terbentuk sejak
usianya masih sangat muda, salah satu tulisannya yang bisa menjadi acuan adalah
“Nasionalisme, Islam dan Marxisme”. Dalam Tulisan yang dimuat secara berseri di
Jurnal Indonesia Muda tahun 1926 itu, Soekarno dengan terang-terangan mengatakan
bahwa maksud kedatangan kolonialis datang ke Indonesia adalah untuk memenuhi
hasratnya mengakumulasi modal dan keuntungan (ekonomis). Dengan kepentingan
akumulasi modal itulah, Soekarno membedah hubungan Imperialisme dan Kapitalisme
itu sendiri, kapitalisme mendorong terjadinya apa yang ia sebut sebagai
exploitation de l’homme par l’homme atau eksploitasi manusia oleh manusia lain.
Keberpihakan pada teori perjuangan klas sangat kental dalam pemikiran Soekarno,
Dalam sejumlah pidatonya ia menjelaskan tentang keberadaan tiga unsur sosial
mendasar yang ada di kalangan massa yang dimiskinkan tersebut. Yakni
proletariat, petani dan orang-orang yang dimiskinkan lainnya (pedagang asongan,
dan mereka yang sedang mencari penghidupan). Pada tahun 1920-an, ia juga merumuskan
konsep Marhaen (secara harfiah adalah nama seorang petani miskin yang pernah ia
ajak bicara). Awal mulanya, Marhaen mengacu pada lapisan penduduk yang memiliki
beberapa perkakas produksi sendiri (misalnya, seekor kerbau) dan bekerja untuk
diri mereka sendiri tetapi masih tetap miskin, sebagaimana juga yang dialami
buruh pabrik atau buruh perkebunan. Soekarno mengidentifisir realitas
keberadaan negeri yang dipenuhi lautan semi-proletariat dan borjuis kecil yang
miskin (Max Lane, Bangsa Yang belum Selesai; Aksi, Kejatuhan Soeharto dan
Sejarah Indonesia, 2007).Pemikiran politik Soekarno kemudian di Praksiskan
dengan mendirikan Partai progressif Partai Nasionalis Indonesia (PNI) tanggal 4
Juli 1927, Tujuannya jelas untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tahun
1928 ia menulis artikel berjudul Jerit Kegemparan di mana ia menunjukkan bahwa
sekarang ini pemerintah kolonial mulai waswas dengan semakin kuatnya pergerakan
nasional yang mengancam kekuasaannya. Ketika pada tanggal 29 Desember 1929
Soekarno ditangkap dan pada tanggal 29 Agustus 1930 disidangkan oleh pemerintah
kolonial, Soekarno justru memanfaatkan kesempatan di persidangan itu. Dalam
pledoinya yang terkenal berjudul Indonesia Menggugat dengan tegas ia menyatakan
perlawanannya terhadap kolonialisme. Dan tak lama setelah dibebaskan dari
penjara pada tanggal 31 Desember 1931 ia bergabung dengan Partai Indonesia
(Partindo), yakni partai berhaluan Radikal non-koperatif dengan kolonialis
belanda yang dibentuk pada tahun 1931 untuk menggantikan PNI yang telah
dibubarkan oleh pemerintah kolonial.
Meskipun mengakui dekat dan mengagumi Marxisme, Namun
Soekarno mencoba membuat pemilahan dengan teori-teori umum Marxisme. Selain
istilah Marhaen yang memiliki perbedaan dengan proletariat menurut Marx, ia lebih
condong memodifikasi Marxisme untuk kebutuhan perjuangan pembebasan nasional
melawan kolonialisme dengan menyerukan persatuan nasional dari unsur-unsur
tertindas dari massa rakyat. Sebagaimana dikatakan oleh Ruth McVey, bagi
Soekarno rakyat merupakan “padanan mesianik dari proletariat dalam pemikiran
Marx,” dalam arti bahwa mereka ini merupakan “kelompok yang sekarang ini lemah
dan terampas hak-haknya, tetapi yang nantinya, ketika digerakkan dalam gelora
revolusi, akan mampu mengubah dunia.” Soekarno dan ”Revolusi Indonesia Belum
Selesai” “Kaki kami telah berada di jalan menuju demokrasi,” lanjut Presiden
Soekarno dalam pidatonya di depan Kongres AS itu. “Tetapi kami tidak ingin
menipu diri sendiri dengan mengatakan bahwa kami telah menempuh seluruh jalan
menuju demokrasi,” sambungnya. Ia sangat sadar bahwa meskipun indonesia selama
bertahun-tahun sudah merdeka, tetapi kepentingan dan Neo-Kolonialisme dan
imperialisme masih terus bercokol di Indonesia. Bagi Soekarno ancaman bagi
revolus Indonesia sebenarnya tidak hanya datang dari luar tetapi muncul dari
dalam negeri sendiri, dalam Pidatonya di HUT PKI, Ia mengatakan bahwa ”Salah
satu tingkat dari Revolusi Indonesia adalah mengganyang musuh-musuh Revolusi”.
Soekarno sangat menyadari kekuatan-kekuatan kontra yang mencoba menjatuhkan dan
menghambat revolusinya. Upayanya memperkuat perjuangan anti-Imperialisme-
anti-Kolonialisme dengan ide ”Nasionalisme-Agama-dan Komunisme” justru menjadi
alat bersembunyi bagi kekuatan kanan dengan berpura-pura mendukung Nasakom dan
masuk dalam front Nasional.
Kudeta Militer, 1965 adalah kontra-revolusi untuk memutus
dan menghentikan proses revolusi yang di gagas Soekarno. Segera setelah Orde
Baru berkuasa upaya membunuh karakter dan pribadi Soekarno berlangsung secara
sistematis. Mulai tuduhan ber istri banyak dan punya daya tarik seksual mirip
dengan raja-raja Jawa, hingga tuduhan bangsa Soekano adalah dalang G.30.S/PKI
(Antonie Dake, dalam bukunya dengan judul; Sukarno File). Namun upaya
sistematis ini tidak mampu membunuh kharismatiknya, karena (1) tiap tanggal 17
Agustus Rakyat Indonesia memperingati proklamasi kemerdekaan dimana Soekarno
adalah tokoh kuncinya. (2). Propoganda Hitam terhadap Bung Karno lebih banyak
pada kehidupan pribadi, tetapi jarang pada tantangan gagasan-gagasannya. Bahkan
rakyat masih menganggap belum ada presiden Indonesia sesudahnya yang menyamai
kemampuan dan gagasan Soekarno. Soekarno adalah orang yang bersih soal
kredibilitas politik, tidak ada satupun kasus korupsi yang dilakukannya bahkan
ia meninggal dalam kondisi sangat miskin. (3). Sepak terjangnya, Pandangan
Politiknya, hingga Pidato-pidatonya masih terus menggema di bangsa Asia -Afrika
termasuk di Indonesia sendiri. Sehingga semakin banyak rindu dengan figurnya,
terbukti dengan kemenangan Megawati di pemilu 1999 (salah satu faktornya-orang
rindu Figur Soekarno).
“Go To Hell With Your Aid” mungkin harus menjadi pidato Soekarno yang diulang-ulang di
telinga pemimpin dan elit politik saat ini, setidaknya untuk mengasah nyalinya
agar sedikit lebih berani. Kehancuran Industri Nasional, dan dominasi kuat
modal asing di semua sector kehidupan ekonomi betul-betul telah menempatkan
bangsa Indonesia tidak ubahnya “Bangsa kuli”. Mentalitas korup dan keinginan
memperkaya diri sendiri ditengah kemelaratan dan kemiskinan missal yang melanda
lebih dari separuh penduduk negeri ini, sudah menjadi budaya pejabat di negeri
ini. Sangat kontras dengan kehidupan pribadi Soekarno, yang sangat merakyat
sehingga di juluki “Penyambung Lidah Rakyat”. Saatnya Soekarno baru hidup
kembali!
DAFTAR PUSTAKA
Poeponegoro, Marwati Djoened dan
Nugroho Notosutanto. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka.
1990.
Ricklefs, H.C. 1981. Sejarah
Indonesia Modern, diterjemahkan oleh Dharmono Hardjowidjono. Yogyakata:
Gajah Mada Univesity Press.
Agung,
Leo. 2013. Sejarah Intelektual.
Yogyakarta: Penerbit Ombak.
http://triwidodo.wordpress.com/2011/12/24/neo-feodalisme-di-tengah-bangsa/ yang diakses tanggal 22 September
2014.
http://www.bimbingan.org/tag/dampak-negatif-feodalisme yang diakses tanggal 22 September
2014.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda