Liberalisme
(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah SejarahIntelektual)
Oleh:
RIDHO R PUTRA
(120210302099)
Kelas B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2014
Liberalisme adalah suatu paham yang menghendaki adanya
kebebasan
individu dalam segala bidang.Menurut paham ini titik pusat dalam hidup
ini adalah individu.Karena ada individu maka masyarakat dapat tersusun
dan karena individu pula negara dapat terbentuk.Oleh karena itu, masyarakat
atau negara harus selalu menghormati dan melindungi kebebasankemerdekaan
individu. Setiap individu harus memiliki kebebasankemerdekaan,
seperti dalam bidang politik, ekonomi, dan agama.Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama.Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama didasarkan pada kebebasan mayoritas.
individu dalam segala bidang.Menurut paham ini titik pusat dalam hidup
ini adalah individu.Karena ada individu maka masyarakat dapat tersusun
dan karena individu pula negara dapat terbentuk.Oleh karena itu, masyarakat
atau negara harus selalu menghormati dan melindungi kebebasankemerdekaan
individu. Setiap individu harus memiliki kebebasankemerdekaan,
seperti dalam bidang politik, ekonomi, dan agama.Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama.Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama didasarkan pada kebebasan mayoritas.
Dalam mempelajari studi
hubungan internasional, kita akan menemui banyak sekali teori karena seperti yang
kita ketahui bahwa teori berfugsi menjawab fenomena-fenomena yang terjadi dalam
hubungan internasional. Selain realisme, ada juga teori yang sangat
terkenal dalam studi hubungan internasional yakni teori liberalisme. Jika
realisme memandang manusia secara pesimis, liberalisme bersikap sebaliknya.
Liberalisme memandang manusia secara optimis dan positif. Liberalis percaya
bahwa manusia selalu bersikap baik dan rasional serta manusia bisa menahan diri
dan cenderung berperilaku dengan cara moderasi untuk berkompromi dan
menghindari adanya bentrok (Dugis, 2013). Menurut kaum liberalis, manusia
selalu mementingkan dirinya sendiri, dan dengan banyaknya kepentingan individu,
otomatis individu memerlukan kerja sama satu sama lain yang sifatnya
menguntungkan. Pandangan dasar kaum liberal yang terakhir adalah percaya dengan
adanya kemajuan. Kemajuan berarti kehidupan yang lebih baik untuk setidaknya
mayoritas individu (Jackson & Sorensen, 1999: 109-111). Bagi kaum liberal,
kemajuan individu datang dari adanya proses modernisasi. Dengan adanya
modernisasi, kehidupan individu otomatis akan semakin mudah.
Ada tiga hal yang mendasar dari
Ideologi Liberalisme yakni Kehidupan, Kebebasan dan Hak Milik (Life, Liberty and Property). Dibawah ini, adalah nilai-nilai
pokok yang bersumber dari tiga nilai dasar Liberalisme tadi:
Ø Kesempatan yang sama. (Hold the
Basic Equality of All Human Being). Bahwa manusia mempunyai kesempatan yang
sama, di dalam segala bidang kehidupan baik politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Namun karena kualitas manusia yang
berbeda-beda, sehingga dalam menggunakan persamaan kesempatan itu akan
berlainan tergantung kepada kemampuannya masing-masing. Terlepas dari itu
semua, hal ini (persamaan kesempatan) adalah suatu nilai yang mutlak dari demokrasi.
Ø Dengan adanya pengakuan terhadap
persamaan manusia, dimana setiap orang mempunyai hak yang sama untuk
mengemukakan pendapatnya, maka dalam setiap penyelesaian masalah-masalah yang
dihadapi baik dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan
kenegaraan dilakukan secara diskusi dan dilaksanakan dengan persetujuan –
dimana hal ini sangat penting untuk menghilangkan egoisme individu.( Treat
the Others Reason Equally.)
Ø Pemerintah harus mendapat
persetujuan dari yang diperintah. Pemerintah tidak boleh bertindak menurut
kehendaknya sendiri, tetapi harus bertindak menurut kehendak rakyat.(Government
by the Consent of The People or The Governed).
Ø Berjalannya hukum (The Rule of
Law). Fungsi Negara adalah untuk membela dan mengabdi pada rakyat. Terhadap
hal asasi manusia yang merupakan hukum abadi dimana seluruh peraturan atau
hukum dibuat oleh pemerintah adalah untuk melindungi dan mempertahankannya.
Maka untuk menciptakan rule of law, harus ada patokan terhadap hukum tertinggi (Undang-undang), persamaan dimuka umum, dan
persamaan sosial.
Ø Yang menjadi pemusatan kepentingan
adalah individu.(The Emphasis of Individual).
Ø Negara hanyalah alat (The State
is Instrument). Negara itu sebagai suatu mekanisme yang digunakan
untuktujuan-tujuan yang lebih besar dibandingkan negara itu sendiri. Di dalam
ajaran Liberal Klasik, ditekankan bahwa masyarakat pada dasarnya dianggap,
dapat memenuhi dirinya sendiri, dan negara hanyalah merupakan suatu langkah
saja ketika usaha yang secara sukarela masyarakat telah mengalami kegagalan.
Ø Dalam liberalisme tidak dapat
menerima ajaran dogmatisme (Refuse Dogatism).Hal ini disebabkan karena
pandangan filsafat dari John Locke (1632 – 1704) yang menyatakan bahwa
semua pengetahuan itu didasarkan pada pengalaman. Dalam pandangan ini,
kebenaran itu adalah berubah.
2. Perkembangan
Liberalisme Di Eropa.
Liberalisme atau Liberal adalah
sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada
pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama.
Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan
oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya
pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama (Sukarna, 1981). Dalam
masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal
ini dikarenakan keduanya sama-sama didasarkan pada kebebasan mayoritas.
Pemikiran liberal (liberalisme)
adalah satu nama di antara nama-nama untuk menyebut ideologi Dunia Barat yang
berkembang sejak masa Reformasi Gereja dan Renaissans yang menandai berakhirnya
Abad Pertengahan (abad V-XV). Disebut liberal, yang secara harfiah berarti
“bebas dari batasan” (free from restraint), karena liberalisme menawarkan
konsep kehidupan yang bebas dari pengawasan gereja dan raja. (Adams, 2004:20).
Ini berkebalikan total dengan kehidupan Barat Abad Pertengahan ketika gereja
dan raja mendominasi seluruh segi kehidupan manusia.
Menurut Sukarna (1981) ada tiga hal
yang mendasar dari Ideologi Liberalisme yakni Kehidupan, Kebebasan dan Hak
Milik (Life, Liberty and Property). Dibawah ini, adalah nilai-nilai pokok yang
bersumber dari tiga nilai dasar Liberalisme tadi:
Kesempatan yang sama (Hold the Basic
Equality of All Human Being).Bahwa manusia mempunyai kesempatan yang sama, di
dalam segala bidang kehidupan baik politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan.
Namun karena kualitas manusia yang berbeda-beda, sehingga dalam menggunakan
persamaan kesempatan itu akan berlainan tergantung kepada kemampuannya
masing-masing. Terlepas dari itu semua, hal ini (persamaan kesempatan) adalah
suatu nilai yang mutlak dari demokrasi.
Treat the Others Reason Equally
(Perlakuan yang sama). Dengan adanya pengakuan terhadap persamaan manusia, dimana
setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapatnya, maka dalam
setiap penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi baik dalam kehidupan politik,
sosial, ekonomi, kebudayaan dan kenegaraan dilakukan secara diskusi dan
dilaksanakan dengan persetujuan – dimana hal ini sangat penting untuk
menghilangkan egoisme individu.
Government by the Consent of The
People or The Governed (pemerintahan dengan persetujuan dari yang
diperintah)Pemerintah harus mendapat persetujuan dari yang diperintah.
Pemerintah tidak boleh bertindak menurut kehendaknya sendiri, tetapi harus
bertindak menurut kehendak rakyat.
Berjalannya hukum (The Rule of Law).
Fungsi Negara adalah untuk membela dan mengabdi pada rakyat. Terhadap hal asasi
manusia yang merupakan hukum abadi dimana seluruh peraturan atau hukum dibuat
oleh pemerintah adalah untuk melindungi dan mempertahankannya. Maka untuk
menciptakan rule of law, harus ada patokan terhadap hukum tertinggi
(Undang-undang), persamaan dimuka umum, dan persamaan sosial.Yang menjadi
pemusatan kepentingan adalah individu (The Emphasis of Individual).
Negara hanyalah alat (The State is
Instrument). Negara itu sebagai suatu mekanisme yang digunakan untuk
tujuan-tujuan yang lebih besar dibandingkan negara itu sendiri. Di dalam ajaran
Liberal Klasik, ditekankan bahwa masyarakat pada dasarnya dianggap, dapat memenuhi
dirinya sendiri, dan negara hanyalah merupakan suatu langkah saja ketika usaha
yang secara sukarela masyarakat telah mengalami kegagalan.Dalam liberalisme
tidak dapat menerima ajaran dogmatisme (Refuse Dogatism).Hal ini disebabkan
karena pandangan filsafat dari John Locke (1632 – 1704) yang menyatakan bahwa
semua pengetahuan itu didasarkan pada pengalaman. Dalam pandangan ini, kebenaran
itu adalah berubah.
Sedangkan menurut Ramlan Subakti
(2010: 45) ciri-ciri ideologi liberal sebagai berikut. Pertama,
demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik. Kedua, anggota
masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan berbicara,
kebebasan beragamadan kebebasan pers. Ketiga, pemerintah hanya mengatur
kehidupan masyarakat secara terbatas. Keputusan yang dibuat hanya sedikit untuk
rakyat, sehingga rakyat dapat belajar membuat keputusan untuk dirinya sendiri. Keempat,
kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk. Oleh
karena itu pemerintah dijalankan sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan
kekuasaan dapat dicegah. Pendek kata, kekuasaan dicurigai sebagai cendarung
disalahgunakan, dan karena itu sejauh mungkin dibatasi. Kelima, suatu
masyarakat dikatakan berbahagia kalau masyarakat secara keseluruhan berbahagia,
kebahagiaan sebagian besar individu belum tentu maksimal.
Ada dua macam Liberalisme, yakni
Liberalisme Klasik dan Liberallisme Modern. Liberalisme Klasik timbul pada awal
abad ke 16. Sedangkan Liberalisme Modern mulai muncul sejak abad ke-20. Namun,
bukan berarti setelah ada Liberalisme Modern, Liberalisme Klasik akan hilang
begitu saja atau tergantikan oleh Liberalisme Modern, karena hingga kini,
nilai-nilai dari Liberalisme Klasik itu masih ada. Liberalisme Modern tidak
mengubah hal-hal yang mendasar, hanya mengubah hal-hal lainnya atau dengan kata
lain, nilai intinya (core values) tidak berubah hanya ada tambahan-tanbahan
saja dalam versi yang baru. Jadi sesungguhnya, masa Liberalisme Klasik itu
tidak pernah berakhir (Sukarna, 1981).
Dalam Liberalisme Klasik, keberadaan
individu dan kebebasannya sangatlah diagungkan. Setiap individu memiliki
kebebasan berpikir masing-masing yang akan menghasilkan paham baru. Ada dua
paham, yakni demokrasi (politik) dan kapitalisme (ekonomi). Meskipun begitu,
bukan berarti kebebasan yang dimiliki individu itu adalah kebebasan yang
mutlak, karena kebebasan itu adalah kebebasan yang harus dipertanggungjawabkan
(Sukarna, 1981). Jadi, tetap ada keteraturan di dalam ideologi ini, atau dengan
kata lain, bukan bebas yang sebebas-bebasnya.
Pemikiran liberal mempunyai akar
sejarah sangat panjang dalam sejarah peradaban Barat yang Kristen. Munculnya
ideologi ini disebabkan karena ketatnya peraturan sehingga membuat kekuasaan
bersifat otoriter, tanpa memberikan kebebasan berpikir kepada rakyatnya. Salah
satu yang menganut ideologi liberalisme adalah Amerika. Kebebasan telah muncul
sejak adanya manusia di dunia, karena pada hakikatnya manusia selalu mencari
kebebasan bagi dirinya sendiri. Bentuk kebebasan dalam politik pada zaman dahulu
adalah penerapan demokrasi di Athena dan Roma. Tetapi, kemunculan liberalisme
sebagai sebuah paham pada abad akhir abad 17, berhubungan dengan
runtuhnya feodalisme di Eropa dan dimulainya zaman Renaissance, lalu diikuti
dengan gerakan politik masa Revolusi Prancis.
Pada tiga abad pertama Masehi, agama
Kristen mengalami penindasan di bawah Imperium Romawi sejak berkuasanya Kaisar
Nero (tahun 65). Kaisar Nero bahkan memproklamirkan agama Kristen sebagai suatu
kejahatan (Idris, 1991:74). Menurut Abdulah Nashih Ulwan (1996:71), pada era
awal ini pengamalan agama Kristen sejalan dengan Injil Matius yang
menyatakan,”Berikanlah kepada Kaisar apa yang menjadi milik Kaisar dan
berikanlah kepada Tuhan apa yang menjadi milik Tuhan.” (Matius, 22:21).
Namun kondisi tersebut berubah pada
tahun 313, ketika Kaisar Konstantin mengeluarkan dekrit Edict of Milan untuk
melindungi agama Nasrani. Selanjutnya pada tahun 392 keluar Edict of Theodosius
yang menjadikan agama Nasrani sebagai agama negara (state-religion) bagi Imperium
Romawi. (Husaini, 2005:31). Pada tahun 476 Kerajaan Romawi Barat runtuh dan
dimulailah Abad Pertengahan (Medieval Ages) atau Abad Kegelapan (Dark Ages).
Sejak itu Gereja Kristen mulai menjadi institusi dominan. Dengan disusunnya
sistem kepausan (papacy power) oleh Gregory I (540-609 M), Paus pun dijadikan
sumber kekuasaan agama dan kekuasaan dunia dengan otoritas mutlak tanpa batas
dalam seluruh sendi kehidupan, khususnya aspek politik, sosial, dan pemikiran.
(Idris, 1991:75-80; Ulwan, 1996:73).
Abad Pertengahan itu ternyata penuh
dengan penyimpangan dan penindasan oleh kolaborasi Gereja dan raja/kaisar,
seperti kemandegan ilmu pengetahuan dan merajalelanya surat pengampunan dosa.
Maka Abad Pertengahan pun meredup dengan adanya upaya koreksi atas Gereja yang
disebut gerakan Reformasi Gereja (1294-1517), dengan tokohnya semisal Marthin
Luther (1546), Zwingly (1531), dan John Calvin (1564). Gerakan ini disertai
dengan munculnya para pemikir Renaissans pada abad XVI seperti Machiaveli
(1528) dan Michael Montaigne (1592), yang menentang dominasi Gereja,
menghendaki disingkirkannya agama dari kehidupan, dan menuntut kebebasan.
Selanjutnya pada era Pencerahan
(Enlightenment) abad XVII-XVIII, seruan untuk memisahkan agama dari kehidupan
semakin mengkristal dengan tokohnya Montesquieu (1755), Voltaire (1778), dan
Rousseau (1778). Puncak penentangan terhadap Gereja ini adalah Revolusi
Perancis tahun 1789 yang secara total akhirnya memisahkan Gereja dari
masyarakat, negara, dan politik.
Dimana hal tersebut berawal dari
kaum Borjuis, Prancis pada abad ke-18 sebagai reaksi protes terhadap
kepincangan yang telah berakar lama di Prancis. Sebagai akibat warisan sejarah
masa lampau, di Prancis terdapat pemisahan dan perbedaan yang tajam sekali
antara golongan I dan II yang memiliki berbagai hak tanpa kewajiban dan
golongan III yang tanpa hak dan penuh dengan kewajiban. Golongan Borjuis
mengajak seluruh rakyat untuk menentang kekuasaan raja yang bertindak
sewenang-wenang dan kaum bangsawan dengan berbagai hak istimewanya guna
mendapatkan kebebasan berpolitik, berusaha, dan beragama. Gerakan ini diilhami
oleh pendapat Voltaire, Montesquieu, dan J.J. Rousseau. Gerakan liberalisme
akhirnya meningkat menjadi gerakan politik dengan meletusnya Revolusi Prancis.
Paham liberalisme yang berkembang di Eropa pada abad
ke-19 mencakup bidang ekonomi dan politik. Dalam bidang ekonomi menghendaki
agar pemerintah tidak campur tangan di bidang usaha dan perdagangan. Paham ini
menentang proteksi maupun monopoli. Dalam bidang politik, liberalisme
memperjuangkan hapusnya hak istimewa suatu golongan. Paham ini berjuang agar
kekuasaan raja dibatasi oleh undang-undang. Juga menhendaki kebebasan beragama,
kebebasan mengeluarkan pendapat dan kebebasan pers Paham liberalisme di bidang
ekonomi bersamaan munculnya dengan revolusi industri di Inggris pada anad ke-18. Dari Inggris paham
liberalisme tersebar meluas ke negara-negara di daratan Eropa sejak abad ke-19,
karena pada abad tersebut negara-negara Eropa Barat mulai membangun
industrinya, seperti Belgia, Perancis, Belanda, Jerman, dan Italia. Politik perdagangan bebas dan liberalisme ekonomi diterima dan
dipertahankan oleh pemerintah Inggris sampai tahun 1932. Pada abad ke-20, masa
kejayaan liberalisme di Eropa menurun sejalan mundurnya kedudukan kaum liberal.
Seperti yang terjadi di Inggris kedudukan partai liberal digantikan oleh partai
buruh. Demikian halnya di negara-negara Eropa lainnya, pengaruh partai liberal
menurun. Penyebab lain adalah karena paham liberal mengalami perkembangan
sesuai perubahan zaman. Umumnya negara-negara industri merasa perlu kembali
melindungi industri dalam negeri sehingga menimbulkan perdagangan bebas. Juga
karena makin banyak terjadi persaingan di antara negara-negara industri maju.
Liberalisme ekonomi tidak dapat dipertahankan. Dengan demikian liberalisme
ekonomi tidak dapat bertahan dalam abad ke-20, sedang liberalisme dalam bidang
politik nampak mengalami perkembangan dengan melahirkan paham demokrasi dan nasionalisme.
Sebagai suatu paham yang
mengutamakan kebebasan, kaum liberal menentang segala tindakan yang menekan
kebebasan individunya. Salah satu usaha untuk merealisasikan paham kebebasan
itu diantaranya adalah melakukan revolusi, baik revolusi politik dengan
kekerasan, maupun revolusi tidak dengan kekerasan.
Pengakuan pertama terhadap kebebasan
individu yang di jamin dengan undang-undang terjadi di Inggris yaitu denga
keluarnya Magna Charta pada tahun 1215, yang berisi ketentuan bahwa setiap
orang tidak boleh di tangkap, di penjara, disiksa, di asingkan, atau disita hak
miliknya kecuali jika alasan-alasan utuk itu cukup kuat untuk undang-undang.
Adanya perlindungan undang-undang terhadap
kebebasan individu merupakan kemenangan tahap pertama yang di capai oleh kaum
liberal dalam memperjuangkan cita-citanya. Setelah mendapat pengakuan dalam
‘the great charter liberties’ (1297), ‘habeas corpus act’ (1679), dan ‘bill of
right’ (1689) paham liberalisme berkembang hamper keseluruh daratan Eropa, dan
pada abad ke-19 paham liberalisme berkembang keseluruh dunia sebagai salah satu
way of life, dan meliputi bidang politik, ekonomi, sosial-budaya, dan agama.
Di negeri Belanda kaum liberal memperoleh
kemenangan dan mempunyai suara yang kuat untuk mempengaruhi jalan nya
pemerintahan sejak tahun 1850. Kaum liberal ini menghendaki di laksanakannya
cita-cita liberalisme di setiap daerah jajahan. Termasuk Indonesia karena
mereka sebelumnya tidak pernah ikut ambil bagian dan memperoleh keuntungan dari
daerah jajahan. Hal ini dapat di maklumi karena kaum liberal di negri Belanda
adalah kaum modal swasta yang sebelumnya tidak mempunyai kesempatan untuk
menikmati keuntungan sebab kekuasaan di negeri Belanda sebelumnya di pegang
oleh kaum bangsawan.
Berdasarkan pandangan liberalisme,
pemerintah tidak di benarkan mengadakan campurtangan dalam urusan ekonomi,
karena masalah ekonomi harus di serahkan kepada pihak non–pemerintah(swasta).
Supaya kaum swasta dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Mereka harus diberi
keleluasaan dalam berusaha, dan dengan demikian pemerintah harus memberi
keleluasaan sepenuhnya kepada kaum pengusaha swasta dan modal swasta Belanda
mengembangkan kegiatannya dalam berbagai bidang kehidupan ekonomi.
Sejarah
menjelaskan terdapat dua masa liberalisme, yakni liberalisme klasik
sekitar abad 17-18 dan liberalisme modern sekitar abad 20. Pada masa
liberalisme klasik, asal-usul serta nilai-nilai dasar yang terkandung dalam
pandangan liberalisme tadi di pelopori oleh tiga orang tokoh dunia yang
terkenal, yakni John Locke (1632-1704), Jeremy Bentham (1748-1832), dan
Immanuel Kant (1724-1804) (Jackson & Sorensen, 1999: 110). John Locke
berpendapat bahwa negara ada untuk memberikan kebebasan kepada warga negaranya
dan dengan demikian memungkinkan mereka untuk menjalani kehidupan dan mengejar
kebahagiaan tanpa campur tangan berlebihan dari orang lain. Locke memfokuskan
liberalisme pada konstitusi negara dan adanya toleransi. Lalu Jeremy Bentham
berpendapat bahwa konstitusi negara ada untuk mematuhi hukum interasional dalam
kebijakan luar negerinya. Bentham memfokuskan hukum internasional dan adanya
hubungan timbale balik yang terjadi antar negara. Immanuel kant mengatakan
bahwa dunia yang menghormati konstitusi dan bisa membangun 'perdamaian abadi'
di dunia. Untuk mencapai perdamaian tersebut, dibutuhkan perwakilan demokrasi
dari semua negara, adanya hukum internasional, dan pergerakan manusia dan
perdagangan yang bebas. Kant menekankan liberalisme pada kemajuan, perkembangan
dan perdamaian abadi.
Setelah Perang Dunia II terdapat empat pemikiran dasar
liberalisme yang dikemukakan oleh Robert Jackson dan George Sorensen dalam
bukunya yang berjudul ‘Pengantar Studi Hubungan Internasional’ (2005).Pertama
adalah liberalisme sosiologis.Liberalisme sosiologis beranggapan bahwa studi
hubungan intenasional tidak hanya berfokus pada negara namun juga berfokus pada
hubungan internasional, termaksud hubungan antar kelompok, antar organisasi
bahkan antar individu. Sebuah dunia dengan sejumlah besar jaringan
transnasional dengan demikian akan lebih damai (Dugis, 2013). Kaum liberalis
sosiologis tidak setuju dengan pendapat kaum realis bahwa studi hubungan
internasional adalah studi mengenai hubungan antar pemerintah negara
berdaulat.Mereka meyakini bahwa studi hubungan internasional tidak hanya
terpaut hubungan hubungan antar pemerintah negara berdaulat saja, namun juga
mengenai hubungan transnasional. Hubungan antar masyarakat yang semakin intens
akan menyebabkan terciptanya integrasi diantara masyarakat itu sendiri.
Integrasi ini kemudian menyebabkan masyarakat sepakat bahwa konflik atau
masalah yang ada dapat diselesaikan tanpa mengarah pada perang, tetapi lebih
kepada kerjasama.
Kedua, liberalisme interdependensi.Interdependensi berarti
saling ketergantungan. Saling ketergantungan dapat timbul baik pada rakyat
maupun pemerintah dalam hubungannya dengan negara lain. Saling ketergantungan
atau interdependensi ini timbul karena modernisasi yang terjadi. Modernisasi
adalah proses yang melibatkan kemajuan di sebagian besar wilayah kehidupan.
Proses modernisasi memperbesar ruang lingkup kerjasama melintasi batas
internasional (Jackson & Sorensen, 1999: 109-111). Kaum liberal ini
berpendapat bahwa pembagian tenaga kerja yang tinggi dalam perekonomian
internasional meningkatkan interdependensi antar negara, dan hal ini menekan
dan mengurangikonflik kekerasan antar negara, sehingga dapat dikatakan bahwa
kaum ini memperhatikan arus hubungan ekonomi dan ketergantungan yang saling
menguntungkan antara rakyat dan pemerintah. Liberalisme interdependensi
menganggap bahwa tujuan suatu negara adalah kesejahteraan negara, bukanlah
keamanan negara seperti anggapan kaum realis.
Ketiga, liberalisme institusional.Liberalisme institusional
berpendapat bahwa institusi internasional merupakan aktor hubungan
internasional yang memiliki kepentingan independen, tidak hanya sekedar sebagai
lembaga yang diciptakan oleh negara tertentu demi mencapai
kepentingannya.Keberadaan institusi internasional yang berdiri sendiri ini
dapat memajukan kerjasama antar negara.Institusi internsional berperan dalam
mengurangi masalah ketidakpercayaan antar negara dalam hubungan internasional.
Pemikiran dasar liberalisme yang terakhir ialah liberalisme
republikan.Kaum realis republikan menganggap bahwa demokrasi liberal bersifat
lebih damai dan patuh pada hukum daripada sistem politik lain (Jakcson &
Sorensen, 1999: 159). Mereka menganggap negara demokratis tidak akan berperang
satu sama lain, namun akan menggunakan kemampuannya untuk menyelesaikan konflik
secara damai dan menghasilkan hubungan kerja sama yang saling menguntungkan.
Keempat pemikiran liberalisme ini lahir pada masa liberalisme modern dengan
tujuan mennekan konflik atau perang yang terjadi dalam hubungan internasional.
Neoliberalisme muncul sekitar tahun 1950-1970 dengan
dikembangkan oleh kritikus realism /neorealisme.Neoliberalisme sependapat
dengan realis bahwa negara merupakan aktor utama dalam hubungan internasional,
namun juga setuju dengan liberalis bahwa aktor non-negara pun memiliki peran
dalam hubungan internasional. Neoliberalisme berfokus pada bagaimana IGO dan
aktor non-negara meningkatkan kerja sama dan perdamaian. Neoliberalis m engakui
bahwa kerjasama mungkin sulit untuk mencapai ketika pemimpin suatu negara
menganggap mereka tidak memiliki kepentingan yang sama (Dugis 2013).
Kesimpulannya adalah bahwa teori liberalisme memiliki
pandangan positif terhadap sifat dasar manusia. Individu bisa mengendalikan
dirinya, sehingga untuk mencapai kepentingannya individu akan saling bekerja
sama tanpa perlu terlibat dalam konflik. Kerja sama yang dilakukan akan memberikan
kemajuan bagi kualitas individu itu sendiri. Sehingga dapat dikatakan hubungan
internasional lebih bersifat kooperatif, bukan konfliktual.
3.
Perkembangan Liberalisme Di Indonesia.
Paham
liberalisme yang ada di kawasan Eropa sudah menyebar dan masuk ke kawasan
Indonesia. Masuk dan menyebarnya paham liberalisme di kawasan Indonesia ini,
dibawa oleh bangsa barat yang berdatangan ke Indonesia. Perlu diketahui, bahwa masuknya paham liberalisme ke Indonesia
seiring dengan kolonialisme yang dilakukan oleh bangsa Belanda. Hal yang
demikian sudah menjadi suatu hal yang biasa, dikarenakan bangsa Belanda
merupakan bangsa yang menganut paham
liberal. Menyebarnya paham Liberalisme yang dilakukan oleh bangsa
Belanda seiring dengan semangat bangsa Belanda, yaitu Gold, Glory dan Gospel
Masuknya paham Liberalisme di Indonesia,
dimulai pada zaman penjajahan Belanda. Tepatnya, saat Belanda mengeluarkan
Undang Undamg Agraria tahun 1870. Alasan Pemerintah Belanda mengeluarkan Undang
Undang Agraria tersebut ialah untuk mengakhiri kegiatan Tanam Paksa atau yang
lebih dikenal dengan nama Culturstelsel.
Yang sebelumnya pelaksanaan Tanam Paksa tersebut untuk mengisi ekonomi negara
Belanda yang kosong serta telah menyengsarakan rakyat Indonesia. Dari UU
tersebut, maka kebebasan serta keamanan para pengusaha pun semakin terjamin, dalam
memperoleh tanah. Serta, mengatur perpindahan perusahaan-perusahaan gula ke
tangan swasta.
Kemungkinan pemerintah Belanda, terinspirasi
dari adanya revolusi Perancis tahun 1848, atau karena adanya kemenangan partai
liberal dalam parlemen Belanda yang mendesak pemerintah Belanda untuk
menerapkan sistem ekoomi liberal di negeri jajahannya terutama di Indonesia
(Onifah,: 1).. Oleh karena itu ide ide liberalisme semakin meluas.
Jadi, bagi orang orang Indonesia, tanah sudah
kembali ke tangan mereka atau sudah menjadi hak milik mereka. Hal ini sesuai
dengan tujuan UU Agraria, yaitu untuk melindungi petani petani Indonesia
terhadap orang orang asing. Akan tetapi bagi para pengusaha asing diperbolehkan
menyewanya dari pemerintah sampai selama 75 tahun. Jadi sejak di keluarkannya
UU tersebut, maka industri industri perkebunan Eropa mulai masuk ke Indonesia.
Hal tersebut sama seperti yang dituliskan pada
artikel Sistem Ekonomi Liberal Pada Masa Kolonial, bahwa Liberalisme ini
membawa ajaran pada bidang ekonomi bahwa dikehendaki pelaksanaan usaha usaha
Bebas dan pembebasan kegiatan ekonomi dari campur tangan negara.
Menurut Rickles, dalam bukunya Sejarah
Indonesia Modern periode tahun 1870 – 1900 atau juga disebut dengan periode
liberal adalah jaman saat semakin hebatnya eksploitasi terhadap sumber sumber
pertanian Jawa maupun di luar Jawa. (1998: 190). Ternyata dibalik dari periode
liberal ini, bagi masyarakat penduduk pribumi Jawa merupakan suatu masa
penderitaan yang semakin berat. Karena menurut penduduk Jawa, sistem
perekonomian liberal ini hanya menguntungkan pihak swasta Belanda maupun para
kolonial. Serta membuat di negeri Belanda sendiri menjadi pusat perdagangan.
Walaupun dibalik itu semua, dengan dibebaskan
kehidupan ekonomi dari segala campur tangan pemerintah serta pengahpusan adanya
unsur paksaan dari kehidupan ekonomi, hal tersebut akan mendorong perkembangan
ekonomi Hindia Belanda (Onifah, : 1).
Periode liberal ini, mengakibatkan penerobosan
dalam bidang ekonomi, perlahan lahan masuk ke masyarakat Indonesia. terutama di
Jawa, banyak penduduk pribumi Jawa yang mulai menawarkan tanah tanah mereka
kepada pihak swasta Belanda untuk dijadikan perkebunan perkebunan besar. Akan
tetapi perkebunan perkebunan milik pengusaha asing atau partikelir seperti teh,
kopi, kina, karet atau yang lainnya hanya berlangsung sampai tahun 1870 – 1885.
Hal ini dikarenakan, jatuhnya harga harga gula dan kopi di pasaran dunia.
Akibat dari hal tersebut, maka terjadi adanya reorganisasi pada kehidupan
ekonomi Hindia Belanda. Serta mayoritas perkebunan perkebunan besar menjadi
milik perseroan terbatas (Onifah,: 3). Akhirnya sekitar pada abad 19, sistem
perekonomian yang pada mulanya dibentuk dari sistem liberalisme, maka digantikan
oleh sistem ekonomi terpimpin.
Selain paham tersebut dibuktikan dengan adanya
Undang Undang Agraria. Pemerintah Belanda juga memberi kebebasan dalam
beragama. Maksud dari kebebasan beragama ini adalah kebebasan masyarakat
Indonesia untuk memilih agama yang hendak dianutnya. Hal tersebut sudah
dibuatkan dan dimaksudkan dalam Undang Undang Dasar Belanda tahun 1855 ayat 119
yang menyatakan bahwa pemerintah bersikap netral terhadap agama, artinya tidak
akan memihak salah satu agama atau mencampuri urusan agama.
Masuknya paham liberalisme juga melalui bidang
pendidikan yang dijalankan oleh pemerintah kolonial Belanda melalui politik
etis. Akan tetapi,pada dasarnya politik etis yang dilaksaakan oleh kolonial
Belanda tersebut lebih condong menguntungkan para pemilik modal atau pengusaha
Belanda sendiri. Dikutip dari Marwati Djoened Poesponegoro (2008 :22) yang
berbunyi “Politik liberal mementingkan prinsip kebebasan terutama untuk
memeberi kesempatan bagi pengusaha memakai tanah rakyat dan segala peraturan
dibuat untuk melindungi para pengusaha Belanda sendiri, antara lain dalam soal
memiliki atau meyewa tanah , undang-undang perburuhan, dan undang-undang
pertambangan”. Pemerintah Belanda pada saat itu, mulai mendirikan Hoofdenscholen yang didirikan pada
tahun 1893. Mayoritas sekolah sekola
yang didirikan lebih bersifat kejuruan dengan mata pelajaran pada bidang hukum,
tata buku, pengukuran tanah dan lain lain.
Perkembangan zaman dan globalisasi
sebagai salah satu pengaruh yang menyebabkan perkembangan liberalisme masuk
yang mampu mempengaruhi sektor-sektor yang ada di Indonesia. Hal ini memiliki
unsur yang berkaitan dengan penjajahan dan kolonialisme. Terlebih lagi hal-hal
itu juga berkaitan dengan adanya perang dunia maka terjadinya paham baru yang
bernama liberalisme juga ada unsur berkaitan dengan perang dunia. Kemajuan
paham-paham yang ada di dunia ini merupakan salah satu bukti pemikiran manusia
yang kadang tertekan dengan paham atau aliran yang telah ada lebih dulu di
banding dengan aliran baru ini.Aliran liberalisme merupakan aliran yang tumbuh
akibat dari tekanan dari dogma agama yang senantiasa mempengaruhi masyarakat
pada masa itu. Masyarakat mulai tidak nyaman dengan adanya peraturan yang
mengutamakan agama dan gereja padahal jika di telaah namanya juga kehidupan dan
itu akan membuahkan pemikiran-pemikiran yang baru. Munculnya banyak filsuf juga
salah satu bukti akan memunculan paham liberalisme ini. Liberalisme adalah
aliran yang lahir dari tekanan dogma agama dan geraja. “Liberalisme aliran Adam
Smith ialah satu-satunya tugas negara yakni memelihara ketertiban umum dan
menegakkan hukum agar kehidupan ekonomi bisa berjalan dengan lancar”
(Notosusanto. 2010: 374).
Pengaruh liberalisme juga sedikit
banyak telah berkembang di Indonesia bahkan itu terjadi pada masa kolonialisme.
Hal ini terlihat dari beberapa bidang yang dijadikan sentral dalam masa
kolonialisme tersebut. Banyak kegiatan- kegiatan bidang tertentu yang telah
mengarahkan kondisi Indonesia pada asas yang menekankan aliran liberalisme.
Terlebih lagi jika dilihat dari sejarah negara Belanda, Belanda merupakan salah
satu negara yang menerapkan asas liberalisme dalam kehidupannya.Itu yang
menjadi pengaruh besar terhadap perkembangan liberalisme di Indonesia.
Perkembangan liberalisme di mulai sejak masa kolonialisme. Apalagi ditambah
dengan politik baru yang diterapkan di Indonesia yakni demokratis juga
memberikan warna baru dalam berkembangnya liberalisme. Dalam (Notosusanto.
2010: 371) mengatakan bahwa “sistem ekonomi kolonial antara tahun- tahun 1870
dan 1900 pada umumnya di sebut sistem liberalisme, maksudnya pada masa tersebut
untuk pertama kalinya sejarah kolonial paham liberalisme di terapkan dalam
bidang ekonomi dalam sektor permodalan dan perkebunan”.
Belanda
pertama datang ke Indonesia
pada tahun 1596, yang diawali dengan ekspedisi, yang dilakukan oleh Cornelis de
Hotman dengan tujuan mencari rempah-rempah dan melakukan
penjelajahan.Kolonisasi yang dilakukan bangsa Belanda di Indonesia dimulai
sejak VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799, wilayah jajahan VOC diambil
oleh pemerintah kolonial Belanda.
Sehingga untuk menjalankan roda pemerintahan di
Indonesia, pemerintah Perancis (yang waktu itu menguasai Belanda) mengirimkan
Deandles di Indonesia.
Daendles pada “masa pemerintahannya dikenal sebagai penguasa
pemerintahan yang sangat disiplin, keras dan kejam. Oleh karena itu, Ia disebut
sebagai gubernur jendral bertangan besi.Akan tetapi dalam tugas perintahnya
Daendles melakukan kesalahan, menjual tanah milik negara kepada pengusaha asing
dimana dia tanpa sengaja telah melanggar undang-undang negara. Oleh karena itu,
pemerintah Belanda memanggil kembali Daendles ke negeri Belanda. Daendles
berkuasa di Indonesia pada tahun 1808-1811”(Suwanto, dkk, 1997: 25).
Sesuai
dengan tuntutan kaum liberal, maka pemerintah kolonial segera memberikan
peluang kepada usaha dan modal swasta untuk sepenuhnya menanamkan modal mereka
dalam berbagai usaha dan kegiatan di Indonesia, terutama di daerah perkebunan
besar di Jawa maupun di luar Jawa.“Dengan dikeluarkannya Undang-undang Agraria
tahun 1870, Indonesia memasuki zaman penjajahan baru. Sejak tahun 1870 di
Indonesia telah diterapkan opendeur politiek, yaitu politik pintu terbuka
terhadap modal-modal swasta asing. Selama periode tahun 1870 dan 1900 Indonesia
terbuka bagi modal swasta Barat, karena itulah maka masa ini sering disebut
zaman liberalisme” (Marwati Djoened. 1993).
Di
samping modal swasta Belanda sendiri, modal swasta asing lain juga masuk ke
Indonesia, misalnya modal dari Inggris, Amerika, Jepang, dan Belgia.
Modal-modal asing tersebut tertanam pada sector-sektor pertanian dan
pertambangan, antara lain karet, teh, kopi, tembakau, tebu, timah dan
minyak.Akibatnya perkebunan-perkebunan dibangun secara luas dan meningkat pesat.Misalnya,
“perkebunan tebu sejak tahun 1870 mengalami perluasan dan kenaikan produksi
yang pesat, khususnya di Jawa.Demikian pula perkebuunan teh dan tembakau
mengalami perkembangan yang pesat.Sejak semula tembakau telah ditanam di daerah
Yogyakarta dan Surakarta.Sejak tahun 1870 perkebunan itu diperluas sampai ke
daerah Besuki (Jawa Timur) dan daerah Deli (Sumatra Timur).Hasil-hasil bumi
penting yang lainnya adalah kina, kakao, kapas, minyak sawit, gambir, minyak
serai, karet, dll.lalu dibuka pula pertambangan mas, timah, dan minyak” (Pane,
Sanusi. 1980).
Dampak
cultuurstelsel terhadap orang-orang Jawa dan Sunda di seluruh Jawa sangat
beraneka ragam, sedangkan bagi kaum elit bangsawan di seluruh Jawa zaman ini
benar-benar menguntungkan. Kedudukan mereka menjadi aman dan penggantian secara
turun temurun untuk jabatan-jabatan resmi menjadi norma, tetapi mereka
tergantung secara langsung kepada kekuasan Belanda untuk kedudukan dan
penghasilan mereka. Upaya menentang Cultuurstelsel kini muncul di negeri
Belanda.Pemerintah mulai menjadi bimbang apakah sisitem ini masih dapat
dipertahankan lebih lama lagi.Pada tahun 1848 untuk pertama kalinya konstitusi
liberal memberikan parlemen Belanda (Staten-Generaal) peranan yang berpengaruh
dalam urusan-urusan penjajahan. Mereka mendesak di adakannya suatu pembaharuan
liberal: pengurangan peranan pemerintah dalam perekonomian kolonial secara
drastis, pembebasan terhadap pembatasan-pembatasan perusahaan swasta di Jawa
dan Sunda. Pada tahun 1860 Eduard Douwes Dekker menerbitkan buku berjudul Max
Havelaar.Akan tetapi, kaum Liberal menghadapi suatu dilema, mereka ingin
dibebaskan dari cultuurstelsel tetapi bukan dari keuntungan-keuntungan yang di
peroleh bangsa Belanda dari Jawa.Akhirnya diputuskan untuk dihapuskannya
cultuurstelsel dari sedikit demi sedikit.Penghapusan di mulai dari komuditi
yang paling sedikit mendatangkan keuntungan yaitu lada, kemudian cengkih, nila,
teh, dan seterusnya.
Dengan
berjalannya politik etis di Indonesia yang di laksanakan oleh pemerintah
kolonial Belanda di awal abad XX semakin menekankan liberalisme di Indonesia.
“Salah satu bentuk kebijakan yang di terapkan oleh kolonial Belanda ialah unifikasi,
upaya mengikat negeri jajahan atau koloninya dengan penjajahnya, jadi bisa di
pastikan negara koloni itu terikat oleh negara jajahan dengan menyampaikan
kebudayaan Barat kepada orang Indonesia. Pendidikan, sebagaimana menjadi cara
yang tepat agar rakyat Indonesia dengan pemikiran penjajah memiliki
perspektif yang cenderung sama” (Noer. 1991: 183). Bahkan dengan kemerdekaan
Indonesia pada tahun 1945 seharusnay menjadi momentum yang tepat untuk
menghapus penjajahan secara total, termasuk mancabut pemikiran sekular-liberal
yang ditanamkan oleh penjajah. Namun entah kenapa kemerdekaan ini hanya di
jadikan sebagai pergantian rezim yang berkuasa, bukan mengganti sistem atau
ideologi penjajah itu sendiri. Pemerintahan memang berganti, tapi ideologi
tetap sekular-liberal.
Pada zaman Orde Lama ini, sistem
perekonomiannnya berlandaskan kekeluargaan atau koperasi. Serta pada zaman itu
pula, perekonomian Indonesia tidak mengizinkan adanya sistem Liberalisme.
Artinya ada kebebasan usaha yang tidak terkendali sehingga memungkinkan
terjadinya eksploitasi kaum ekonomi yang lemah. Dengan adanya sistem tersebut,
maka dapat berakibat semakin luasnya jurang pemisah antara si kaya dan si
miskin.
Dalam perkembangannya demokrasi
yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam
taraf perkembangan. Dan mengenai sifat dan cirinya masih terdapat pelbagai
tafsiran serta pandangan. Pada perkembangannya, sebelum berdasarkan pada
demokrasi pancasila, Indonesia mengalami tiga periodeisasi penerapan demokrasi,
yaitu:
1. Demokrasi
Liberal ( 1950-1959),
2. Demokrasi
Terpimpin ( 1959-1966), dan
3. Demokrasi
Pancasila ( 1966-sekarang).
Pada
tahun 1950, Negara Kesatuan Republik Indonesia mempergunakan Undang-Undang
Dasar Sementara (UUDS) atau juga disebut Undang-Undang Dasar 1950. Berdasarkan
UUD tersebut pemerintahan yang dilakukan oleh kabinet sifatnya parlementer,
artinya kabinet bertanggung jawab pada parlemen. Jatuh bangunnya suatu kabinet
bergantung pada dukungan anggota parlemen.
Ciri utama masa Demokrasi Liberal adalah sering bergantinya kabinet. Hal ini disebabkan karena jumlah partai yang cukup banyak, tetapi tidak ada partai yang memiliki mayoritas mutlak. Setiap kabinet terpaksa didukung oleh sejumlah partai berdasarkan hasil usaha pembentukan partai ( kabinet formatur ). Bila dalam perjalanannya kemudian salah satu partai pendukung mengundurkan diri dari kabinet, maka kabinet akan mengalami krisis kabinet. Presiden hanya menunjuk seseorang ( umumnya ketua partai ) untuk membentuk kabinet, kemudian setelah berhasil pembentukannya, maka kabinet dilantik oleh Presiden.
Ciri utama masa Demokrasi Liberal adalah sering bergantinya kabinet. Hal ini disebabkan karena jumlah partai yang cukup banyak, tetapi tidak ada partai yang memiliki mayoritas mutlak. Setiap kabinet terpaksa didukung oleh sejumlah partai berdasarkan hasil usaha pembentukan partai ( kabinet formatur ). Bila dalam perjalanannya kemudian salah satu partai pendukung mengundurkan diri dari kabinet, maka kabinet akan mengalami krisis kabinet. Presiden hanya menunjuk seseorang ( umumnya ketua partai ) untuk membentuk kabinet, kemudian setelah berhasil pembentukannya, maka kabinet dilantik oleh Presiden.
Suatu
kabinet dapat berfungsi bila memperoleh kepercayaan dari parlemen, dengan kata
lain ia memperoleh mosi percaya. Sebaliknya, apabila ada sekelompok anggota
parlemen kurang setuju ia akan mengajukan mosi tidak percaya yang dapat
berakibat krisis kabinet. Selama sepuluh tahun (1950-1959) ada tujuh kabinet,
sehingga rata-rata satu kabinet hanya berumur satu setengah tahun.
Kabinet-kabinet pada masa Demokrasi Parlementer adalah :
a. Kabinet
Natsir (7 September 1950-21 Maret 1951),
b. Kabinet
Soekiman (27 April 1951-23 Februari 1952),
c. Kabinet
Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953),
d. Kabinet
Ali-Wongso ( 1 Agustus 1953-24 Juli 1955),
e. Kabinet
Burhanudin Harahap,
f. Kabinet
Ali II (24 Maret 1957), dan
g. Kabinet
Djuanda ( 9 April 1957-10 Juli 1959).
Program
kabinet pada umumnya tidak dapat diselesaikan. Mosi yang diajukan untuk
menjatuhkan kabinet lebih mengutamakan merebut kedudukan partai daripada
menyelamatkan rakyat. Sementara para elit politik sibuk dengan kursi kekuasaan,
rakyat mengalami kesulitan karena adanya berbagai gangguan keamanan dan
beratnya perekonomian ysng menimbulkan labilnya sosial – ekonomi.
Politik sebagai
Panglima merupakan semboyan partai-partai pada umumnya, sehingga
berlomba-lombalah para partai politik untuk memperebutkan posisi panglima ini.
Lembaga seperti DPR dan Konstituante hasil PEMILU merupakan forum utama
politik, sehingga persoalan ekonomi kurang mendapat perhatian.
Pemilihan umum merupakan
salah satu program beberapa kabinet, tetapi karena umur kabinet pada umumnya
singkat program itu sulit dilakukan. Setelah Peristiwa 17 Oktober 1952,
pemerintah berusaha keras untuk melaksanakannya. Dalam suasana liberal, PEMILU
diikuti oleh puluha partai, organisasi maupun perorangan. Anggota ABRI pun ikut
serta sebagai pemilih.
Pada tanggal 15 Desember 1955 pemilihan dilaksanakan dengan tenang dan tertib. Ada empat partai yang memenangkan Pemilu, yaitu Masyumi, PNI, Nahdatul Ulama, dan PKI.Namun pada prakteknya, kedua lembaga (DPR dan Konstituante) tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan. DPR tetap sebagai tempat perebutan pengaruh dan kursi pemerintahan, sedangkan konstituante setelah lebih dari dua tahun belum juga dapat menghasilkan UUD baru untuk menggantikan UUDS.
Pada tanggal 15 Desember 1955 pemilihan dilaksanakan dengan tenang dan tertib. Ada empat partai yang memenangkan Pemilu, yaitu Masyumi, PNI, Nahdatul Ulama, dan PKI.Namun pada prakteknya, kedua lembaga (DPR dan Konstituante) tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan. DPR tetap sebagai tempat perebutan pengaruh dan kursi pemerintahan, sedangkan konstituante setelah lebih dari dua tahun belum juga dapat menghasilkan UUD baru untuk menggantikan UUDS.
Untuk menyehatkan
perekonomian, dilakukan penyehatan keuangan dengan mengadakan sanering yang
dikenal dengan Gunting Syafrudin (19 Maret 1950). Uang Rp. 5,00 ke atas
dinyatakan hanya bernilai setengahnya, sedangkan setengahnya lagi merupakan
obligasi. Bari tindakan tersebut Pemerintah dapat menarik peredaran uang
sebanyak Rp. 1,5 milyar untuk menekan inflasi.
Pemerintah juga mengeluarkan peraturan tentang Bukti Eksport (BE) untuk mengimbangi import. Eksportir yang telah mengeksport kemudian memperoleh BE yang dapat diperjualbelikan. Harga BE meningkat, sehingga pemerintah membatasinya sampai 32,5%. Karena ternyats BE tidak berhasil meningkatkan perekonomian, akhirnya peraturan tersebut dihapuskan (1959).
Pemerintah juga mengeluarkan peraturan tentang Bukti Eksport (BE) untuk mengimbangi import. Eksportir yang telah mengeksport kemudian memperoleh BE yang dapat diperjualbelikan. Harga BE meningkat, sehingga pemerintah membatasinya sampai 32,5%. Karena ternyats BE tidak berhasil meningkatkan perekonomian, akhirnya peraturan tersebut dihapuskan (1959).
4.
Pendapat
Setuju Akan Liberalisme.
John Locke dan Hobbes; konsep State of
Nature yang berbeda. Kedua tokoh ini berangkat dari sebuah konsep sama.
Yakni sebuah konsep yang dinamakan konsep negara alamiah atau yang lebih
dikenal dengan konsep State of Nature.
Hobbes (1588 – 1679) berpandangan bahwa
dalam "State of Nature" individu itu pada dasarnya jelek (egois) –
sesuai dengan fitrahnya. Namun, manusia ingin hidup damai. Oleh karena itu
mereka membentuk suatu masyarakat baru – suatu masyarakat politik yang
terkumpul untuk membuat perjanjian demi melindungi hak-haknya dari individu
lain dimana perjanjian ini memerlukan pihak ketiga (penguasa).
Sedangkan John Locke (1632 – 1704) berpendapat
bahwa individu pada State of Nature adalah baik, namun karena adanya
kesenjangan akibat harta atau kekayaan, maka khawatir jika hak individu akan
diambil oleh orang lain sehingga mereka membuat perjanjian yang diserahkan oleh
penguasa sebagai pihak penengah namun harus ada syarat bagi penguasa sehingga
tidak seperti ‘membeli kucing dalam karung’. Sehingga, mereka memiliki bentuk
akhir dari sebuah penguasa/ pihak ketiga (Negara), dimana Hobbes berpendapat
akan timbul Negara Monarkhi Absolute sedangkan Locke, Monarkhi Konstitusional.
Bertolak dari kesemua hal tersebut, kedua pemikir ini sama-sama menyumbangkan
pemikiran mereka dalam konsepsi individualisme. Inti dari terbentuknya Negara,
menurut Hobbes adalah demi kepentingan umum (masing-masing individu) meskipun
baik atau tidaknya Negara itu kedepannya tergantung pemimpin negara. Sedangkan
Locke berpendapat, keberadaan Negara itu akan dibatasi oleh individu sehingga
kekuasaan Negara menjadi terbatas – hanya sebagai “penjaga malam” atau hanya
bertindak sebagai penetralisasi konflik.
Adam Smith didalam buku karanganya yakni The Wealth Of Nation, mengatakan bahwa
pasar adalah tangan tak tampak yang memanfaatkan kapital atau modal,sedangkan
negara dalam pandanganya adalah berbahaya dan tidak bisa dipercaya.Untuk itu
alternatif paling baik bagi kekuasaan negara yang besar adalah kebebasan
pasar.Dengan semboyannya ‘’Laissez
faire,Laissez passer” Smith percaya bahwa dalam mekanisme pasar ketika
setiap individu mengejar kepentingan pribadi,tetapi individu-individu tersebut
tentu memiliki kebaikan bagi kemakmuranya,sementara kebaikan untuk kemakmuran
itulah yang berguna bagi masyarakat.Otoritas pemerintah dilihat sebagai
membebani diri sendiri dengan perhatian yang tidak perlu.Bukan hanya itu
pemerintah mengambil alih wewenang yang bukan miliknya.
Disini Adam Smith melihat bahwa pasar bebas
membantu kemakmuran individu dimana natinya kemakmuran itu juga akan bermanfaat
bagi orang lain.Hal ini dapat terjadi karena ketika individu yang awalnya ingin
mengejar kepentingan untuk dirinya sendiri dengan memilih kebaikan untuk
kemakmuranya maka masyarakat lain juga akan mengambil keuntunganya,ketika
kegiatan memilih kemakmuran itulah yang nantinya juga dapat bermanfaat bagi
masyarakat.Oleh karena itu campur tangan pemerintah hanya akan mengacaukan ini
semua karena menurut Adam smith pemerintah itu suka mengambil alih wewenang yang
bukan miliknya.
Menurut kaum liberal klasik,pasar bebas tidak
menciptakan konflik sosial,tetapi menyelesaikanya mekanisme tangan yang tak
tampak dalam hukum penawaran dan permintaan mendorong harmonisasi rencan hidup
individu.Dengan alasan serupa mereka mendukung perdagangan bebas antar negara
sebagai cara terbaik untuk mencapai perdamaian internasional.Dalam hal ini cita
cita liberal bukan hanya terbentuknya masyarakat yang terdiri dari orang-orang
egois yang mengejar kepentingan mereka sendiri,melainkan sekumpulan warga yang
mandiri dan bertanggung jawab,yang bekerjasama untuk kebaikan individu,moral,
sosial dan material.
Dari pandangan diatas dapat disimpulkan bahwa
sebenarnya cita-cita liberal tidak selalu mengarah pada keegoisan orang-orang
yang ingin mengejar kepentingan.namun disisi lain harus ada
kemandirian,tanggung jawab,kerjasama demi kebaikan individu,moral,sosial dan
material.Oleh karena didalam liberalisme sebenarnya sangat membutuhkan
kerjasama maupun tanggung jawab meskipun pada akhirnya memiliki tujuan untuk
kebaikan individu.
Gagasan dasar kaum liberal adalah kebebasan
berdasarkan hukum.Individu dianggap sebagai aktor yang penuh damai dan
kooperatif sedangkan negara bersifat buruk(anti negara).Dalam hubungan
antarnegara ,semua pemain dianggap dapat menerima keuntungan. Pandangan ini
sangat tidak menyetujui campur tangan negara.Pandangan initerlalu menganggap
baik bahwa individu yang menyukai kerjasama.Untuk mencapai kemakmuran individu
harus kerjasama tidak befitu saja mendapatkan keuntungan namun harus melalui
kerja keras.Sedangkan negara suka mengambil yang bukan menjadi hak negara.
Terdapat ketidaksepakatan yang besar
dikalangan kaum liberal tentang apa yang termasuk dalam kebebasan individu dan
bagaiman kebebasan ini diperluas secara merata kepada semua orang.Beberapa
pemikir seperti Herbert Spencer (1820-1903) dan F.A Hayek (1899-1992) mendukung
pandangan yang negatif tentang kebebasan.Mereka menyebutkan bahwa mendorong
kebebsan hanya cukup dengan menjaga agar campur tangan negara dan pihak lain
dalam kehidupan kita tetap minimal.Kita hanya dilarang untuk melakukan gangguan
fisik secara langsung dan sengaja.Bagi mereka satu-satunya peran negara yang
sah adalah menegakkan hukum dan ketertiban demi keamanan diri dan harta
kekayaan kita.
Sedangkan kaum liberal lain,seperti L.T.
Hohouse (1864-1929) dan william Beveridge (1879-1963),mengadopsi pandangan yang
positif mengenai kebebasan.Mereka berpendapat bahwa aktivitas kita dapat
dirasakan dan berpengaruh buruk terhadap orang lain dengan berbagai cara dapat
diperkirakan dan dikontrol,kendati tidak sengaja.Bahkan kaum liberal tertentu
menyatakan bahwa negara berkewajiban untuk menjamin tersedianya pilhan-pilihan
tertentu,melalui kebijakan seperti pendidikan umum, pelayanan kesehatan dan
program kesejahteraan.
Uraian diatas memuat bahwa ada pemikir yang
mendukung pandangan negatif mengenai kebebasan yakni berisikan kebebasan akan
tercapai jika tidak ada campur tangan negara.Sedangkan negara hanya bertuga
menegakkan hukum dan ketertiban u untuk kepentingan kita.Serta pemikir lainya yang lebih mengadopsi
pandangan yang positif mengenai kebebasan yakni apa yang kita lakukan bisa
berpengaruh buruk kepada orang lain meskipun sudah dikontrol dan hal itu
terjadi tanpa disengaja.
Namun demikian kaum liberal secara umum
memiliki kesamaan moral dan etos sosial,dan perdedaan mereka sebagian
mencerminkan pandangan alternatif tentang sejauh mana tatanan sosial tertentu
mewujudkan cita-citanya.Inti dari etos ini terletak pada perhatian bahwa
sedapat mungkin masyarakat mencerminikan upaya dan bakat individu serta
ketidaksukaan terhadap pengistimewaan yang tidak tepat dan tradisi yang tak
teruji yang memberikan keuntungan tidak sah kepada kelompok-kelompok
tertentu.Sehingga pemikir liberal seperti Spencer Dan Hayek yang melihat pasar
sebagai mekanisme netral yang menanggapi tuntutan dan prakarsa individu yang
tak terbatas dengan cara tak terduga sama sekali namun sesungguhnya adil.
Sebenarnya secara umum kaum liberal memiliki
kesamaan moral dan etos sosial seperti tadi diantaranya adalah adanya
tanggungjawab maupun kerjasama.Namun yang membedakan pandangan mereka adalah
sejauh mana pandangan yang telah mereka sampaikan tersebut dapat mewujudkan
cita-citanya.Yaang terpenting adalah masyarakat mampu dan dapat menyampaikan
bakatnya apalagi sampai terjadi pemusatan keuntungan pada kelompok – kelompok
tertentu.
Dari uraian diatas disimpulkan bahwa liberalisme
yang selalu berkaitan dengan pasar bebas dan kebebasan individu adalah benar
adanya.Namun sebelumnya kita harus mampu menyampaikan kebebasan yang bagaimana
yang dimaksudkan dalam liberalisme karena didalam kehidupan kaum liberalisme
sendiri ada perbedaan pandangan tentang maknja positif dan negatif tentang
Kebebasan.Oleh sebab itulah kita sudah harus mampu menjelaskan kebebasan yang
mana yang kita maksud di dalam paham liberalisme.Yang terpenting bahwa di dalam
paham liberalisme sebenarnya ada pandangan yang sama yakni mengenai kesempatan
yang sama untuk setiap individu serta kebebasan dimana kebebsan tersebut harus
diikuti dengan tanggungjawab dan kerjasama agar tercapi kebaikan individu baik
dalam segi moral, sosial maupun materialnya.
Dari semua
penjelasan diatas, saya pribadi berpendapat bahwa saya mendukung akan
liberalisme, namun perlu diingat bahwa saya tidak mendukung liberalisme dalam
arti luas namun saya mendukung liberalisme yang bertanggung jawab dan tidak menyinggung akan SARA (Suku, Agama, Ras
dan Antar Golongan).
DAFTAR
PUSTAKA
Onifah, Anisa & dkk. ---. Sistem Ekonomi Liberal Pada Masa Kolonial.
Adisusilo,
Sutarjo. 2013. Sejarah Pemikiran Barat :
Dari Klasik Sampai Yang Modern. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Notosusanto,
Nugroho. 2010. Sejarah Nasional Indonesia Jilid IV. Jakarta: Balai
Pustaka
Ricklefs,
H.C. 1981. Sejarah Indonesia Modern, diterjemahkan oleh Dharmono
Hardjowidjono. Yogyakata: Gajah Mada Univesity Press.
http://elisaratna16.blogspot.com/2013/06/liberalisme_13.html diakses
tanggal 29 September 2014.
http://sejarah11-jt.blogspot.com/2012/10/munculnya-paham-baru.html diakses
tanggal 29 September 2014.
http://www.tuanguru.com/2012/08/perkembangan-liberalisme-pada-abad-ke-19-dan-20.html diakses tanggal
29 September 2014.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda